SAMARINDA – ASAP knalpot sebuah truk tua yang melintas di Jalan Pembangunan (Vorvo) Samarinda, perlahan menguap. Dari pelataran trotoar di pinggir jalan itu, tampak seorang pria paruh baya menatap nanar sebidang kertas putih berukuran A3 dihadapannya. Sesekali pinsil yang tergenggam di jemarinya menari.
Tak sampai setengah jam, seutas senyum menghias bibirnya. Satu lagi pesanan pelanggan telah diselesaikan. Dia mengamati untuk terakhir kalinya, potret wajah yang digoreskan di atas kertas A3 itu sebelum berpindah tangan.
Bagi Hasan, ada kepuasan tak ternilai yang ia dapatkan kala pelanggannya takjub dengan lukisan yang dia buat. Ya, Hasan seorang seniman jalanan. Kepiawaiannya dalam melukis tak perlu diragukan lagi. Jika digolongkan, ia termasuk pelukis beraliran naturalisme atau realisme. Sekubu dengan Vincent van Gogh, Frida Kahlo dan Basuki Abdullah.
Namun Hasan enggan disandingkan dengan nama-nama beken legenda lukis. Dia mengaku hanya sebatas hobi, yang kemudian karena keadaan terpaksa menjadi profesi. Hobinya itu kini menjadi andalan untuk mengais rezeki.
Berbeda dengan lukisan umumnya yang menggunakan media kanvas dan cat air atau cat minyak, karya Hasan ini hanya mengandalkan media kertas gambar dan pensil. Dengan media tersebut, pria berperawakan sedang ini bisa membuat karya lukis potret sketsa wajah yang menyerupai wajah asli seseorang.
Dia menawarkan keahliannya dengan membuka lapak di trotoar Jalan Letjend Suprapto (dulu Jalan Pembangunan) Samarinda. “Sejak 2004 hingga saat ini, sudah sepuluh tahun melapak di trotoar ini,” ujar Hasan saat disambangi beritaborneo.com dilapaknya, Kamis (27/07/23).
Dihadapan Hasan, nampak berbagai lukisan sketsa wajah sejumlah tokoh nasional. Ada proklamator Ir Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, KH Abdurahman Wahid hingga Guru Sekumpul. Adapula lukisan lainnya, yang sebagian besar adalah pesanan pelanggannya.
Sebenarnya, dia juga piawai melukis tema lain, semisal pemandangan alam maupun keadilan sosial yang tengah terjadi. Hasan juga menyediakan jasa lukis dinding, relief dan patung. Namun yang paling banyak menarik minat pelanggannya adalah lukisan sketsa wajah.
“Lukisan itu biasanya untuk pajangan menggantikan foto, bisa juga menjadi hadiah bagi orang yang dicintai atau kerabat,” katanya beralasan.
Terlebih untuk melukis sketsa wajah, dia tak membutuhkan waktu lama. “Waktu melukisnya pun tidak memakan waktu banyak, ditunggu saja bisa langsung jadi. Paling lama sekitar setengah jam,” ujar pria asal Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini.
Sayangnya Hasan tak punya jadwal pasti membuka lapak di tempat itu. Kadang dua hari sekali, atau bahkan seminggu sekali. Alasan jarak rumahnya di Desa Perjiwa, Tenggarong Seberang ke tempat lapaknya, membuat dia tak bisa setiap hari menjajakan jasanya. Apalagi ia mengaku hanya berjalan kaki untuk datang ke tempat itu dari rumahnya.
“Waktu berlapaknya tidak tentu, seminggu beberapa kali saja, karena kan pulang pergi dari Tenggarong. Sampai sini sekitar jam delapan melapak hingga jam 12 malam,” tutur pria kelahiran Kediri ini.
Nama Desa Perjiwa juga ia tambahkan di belakang namanya. Hasan Perjiwa, demikian yang tertulis di papan kertas yang ia pajang di depan lapaknya. Di situ ia juga mencantumkan nomor kontaknya, agar para pejalan kaki atau pengendara kendaraan bermotor yang melintas dapat melihatnya.
Ia juga mempromosikan hasil lukisan melalui akun media sosial Facebook miliknya. Tarif atas jasanya juga bervariasi. Mulai dari Rp 100 ribu untuk lukisan sketsa wajah berbahan kertas, hingga jutaan rupiah untuk yang berbahan kanvas.
Sebelumnya, lapak Hasan berada di simpang Jalan Anggur. Trotoar di sana lebih luas, sehingga ia bisa leluasa memajang banyak lukisan untuk lebih menarik minat warga yang melintas jalan tersebut. Namun seringkali ia harus berhadapan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dia pun harus memindahkan lapaknya ke tempat yang sekarang, agar lebih aman. Meski pendapatannya harus menurun. “Waktu di simpang Anggur pendapatan saya lumayan, tapi sekarang seadanya saja, cukup buat makan keluarga,” ungkapnya.
Ia pun berharap kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk dapat memberikan tempat yang layak bagi para seniman seperti dirinya.
“Saya ga berharap banyak dengan Pemerintah kita, cuman berikan tempat yang layak saja supaya tenang dan tidak terganggu dengan pindah-pindah tempat karena penertiban itu,” harap Hasan seraya menghisap dalam-dalam rokok yang terselip dibibirnya. []
Penulis: Hernanda | Penyunting : Agus P Sarjono