Kasus hukum sering kali memunculkan perbincangan dan polemik di masyarakat. Terutama jika kasus tersebut melibatkan isu yang sensitif dan memiliki dampak yang signifikan.
VONIS hukuman mati Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, mendapat keringanan dari Mahkamah Agung (MA). Sang mantan jenderal itu lolos dari bayang-bayang kematian, setelah ia diputuskan “hanya” mendapatkan ganjaran seumur hidup penjara.
Tak hanya Sambo yang mendapat korting hukuman akibat perbuatannya itu. Tiga pelaku pembunuhan berencana Yosua lainnya juga mendapat keringanan dari MA. Hukuman istri Sambo, Putri Candrawathi, dipangkas setengahnya, dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Sementara, Asisten Rumah Tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma’ruf, hukumannya dipangkas dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara. Sedangkan hukuman Bripka Ricky Rizal didiskon dari penjara 13 tahun menjadi 8 tahun.
Perkara kasasi Sambo Nomor: 813 K/Pid/2023, yang digelar MA Rabu (9/8/2023), diadili oleh lima Hakim MA yakni Hakim Agung Suhadi sebagai Ketua Majelis, bersama empat anggotanya yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Dalam prosesnya, dua dari lima hakim yaitu anggota majelis II Jupriadi dan anggota majelis III Desnayeti, menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait hukuman mati Ferdy Sambo. Keduanya tetap ingin Sambo dihukum mati.
PENUH DRAMA
Perjalanan kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo itu sendiri penuh drama. Sambo yang punya karir cemerlang dalam sekejap terjun bebas. Jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri dicopot, diganti predikat otak pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Kabar kematian Brigadir Yosua pertama kali terungkap ke publik pada Senin, 11 Juli 2022. Tiga hari sebelumnya atau Jumat, 8 Juli 2022, Yosua meregang nyawa di rumah dinas atasannya, Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga Jakarta Selatan.
Narasi awal yang beredar, Yosua tewas karena terlibat baku tembak dengan sesama ajudan Sambo, Richard Eliezer. Katanya, peristiwa itu bermula dari pelecehan yang dilakukan Yosua ke istri Sambo, Putri Candrawathi. Namun demikian, banyak kejanggalan dari cerita tersebut. Spekulasi publik pun berkembang, mengarah ke sosok Sambo.
Imbas kasus ini, Sambo dinonaktifkan dari posisi Kadiv Propam Polri pada 18 Juli 2022. Selang dua minggu tepatnya 4 Agustus 2022, dia resmi dicopot dari jabatannya. Pada akhir Agustus 2022, melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Sambo resmi dipecat dari kepolisian.
Dia sempat mengajukan banding atas pemecatan dirinya. Namun, banding itu ditolak. Kariernya di institusi Bhayangkara pun resmi tamat sejak 19 September 2022.
Pengusutan kasus kematian Brigadir Yosua pun terus berjalan. Tepat 9 Agustus 2022, Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana Yosua. Saat itu, Kapolri Jenderal Listyo Prabowo memastikan, tak ada insiden baku tembak maupun pelecehan di rumah Sambo sebagaimana narasi awal yang beredar.
Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya. Setelah itu, dia menembakkan pistol ke Brigadir J sampai korban dipastikan tewas. Tak hanya itu, Sambo juga melepaskan tembakan ke dinding-dinding rumahnya untuk membuat narasi tembak menembak antara Yosua dan Richard.
Sebelum Sambo, Richard Eliezer sudah lebih dulu menjadi tersangka. Selain itu, ajudan istri Sambo bernama Ricky Rizal atau Bripka RR serta asisten rumah tangga (ART) Sambo, Kuat Ma’ruf, juga ditetapkan sebagai tersangka. Menyusul kemudian, Jumat (19/8/2022), istri Sambo, Putri Candrawathi, ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.
Kelimanya disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Tak hanya menjadi otak pembunuhan, Sambo juga ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Yosua.
Dalam perkara ini, Sambo tak sendiri. Ada enam polisi lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
VONIS MATI
Kasus yang menjerat Sambo pun bergulir ke meja hijau. Oleh jaksa penuntut umum (JPU), Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua. JPU pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyebutkan bahwa pembunuhan terhadap Yosua dilakukan Sambo bersama-sama dengan Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Jaksa Rudy Irmawan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022), mengatakan mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain.
Pembunuhan terhadap Yosua terjadi di rumah dinas Sambo sekitar pukul 15.28-18.00 WIB. Yosua ditembak oleh Richard dan Sambo, disaksikan Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf. Penembakan itu dipicu oleh peristiwa yang terjadi antara Yosua dan Putri Candrawathi di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2023).
Tak hanya pembunuhan, Sambo juga didakwa merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J. Ia disebut memerintahkan bawahannya untuk menghilangkan barang bukti kasus pembunuhan Yousa.
Tiga bulan persidangan berjalan, jaksa menuntut Sambo hukuman penjara seumur hidup. Mantan Inspektur Jenderal (irjen) Polisi itu dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
Namun vonis Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023), justru lebih berat dari tuntutan jaksa. Majelis Hakim menilai Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karenanya, Majelis Hakim kemudian mengetukan palu vonis pidana mati untuk terdakwa Fredy Sambo.
Dalam putusan itu, terdapat sejumlah hal yang dinilai hakim menjadi pemberat hukuman Sambo. Hakim menilai, perbuatan Sambo telah mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Yosua. Tindakan Sambo juga dianggap menimbulkan keresahan dan kegaduhan luas di masyarakat.
Sebagai aparat penegak hukum dengan pangkat jenderal bintang dua, Sambo dinilai tak pantas melakukan pembunuhan berencana. Kata hakim, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Tak hanya itu, dalam kasus ini Sambo juga telah menyeret banyak anak buahnya di kepolisian. Mantan perwira tinggi Polri tersebut juga dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Dan tidak mengakui perbuatannya.
Mendapat vonis mati, berbagai upaya Sambo lakukan untuk lolos dari eksekusi. Mulanya, ia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun banding tersebut ditolak. PT DKI justru menguatkan hukuman mati Sambo.
Tak menyerah, Sambo mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Upayanya bersambut, MA meringankan hukuman mantan Kadiv Propam Polri itu menjadi seumur hidup penjara.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (8/9/2023), mengatakan, kasasi yang diajukan Sambo dan jaksa penuntut umum sedianya ditolak oleh Hakim MA. Namun, hakim mengoreksi hukuman yang dijatuhkan ke Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Upaya kasasi tiga pelaku pembunuhan berencana Yosua lainnya yakni istri Sambo, Putri Candrawathi, ART Sambo dan Putri, Kuat Ma’ruf serta Bripka Ricky Rizal juga berhasil. Hukuman ketiganya juga mendapat diskon dari MA.
Keputusan putusan kasasi oleh Mahkamah Agung atas kasus ini telah memancing berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Ferdy Sambo, yang awalnya dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan tingkat pertama dan diperkuat oleh pengadilan tingkat banding, akhirnya mendapatkan hukuman penjara seumur hidup.
Meskipun dia mungkin merasa lega dengan perubahan hukuman ini, tetapi dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu terkait, tetapi juga oleh masyarakat secara lebih luas. Begitu mudahnya hukum dibolak-balik di negeri ini. (*)