TANJUNG SELOR – Prosedur pengolahan limbah medis dilakukan pihak RSUD Dr H Soemarno Sostroatmojo di Tanjung Selor, Bulungan hingga kini belum kantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Karena, alat pembakaran (incinerator) digunakan untuk mengolah limbah di rumah sakit pelat merah itu masih mendapat rapor biru. Hal itu diungkapkan Direktur RSUD Dr H Soemarno Sostroatmojo, Surya Tan kepada wartawan, Senin (30/06/2014).
Ia menjelaskan, hingga kini pihaknya masih mengurus izin ke KLH. Meski diakui, dalam proses pengurusan izin, pihak rumah sakit merasa kewalahan. Karena, beberapa prosedur harus dilakukan, termasuk melakukan komunikasi dengan geografis cukup jauh. “Kita harus mengurus izin di Jakarta, setibanya di KLH ternyata ribet,” ungkap Surya Tan.
Disebutkan, alat incenerator yang digunakan merupakan alat baru yang didatangkan pihak rumah sakit tahun lalu. Hal itu dilakukan untuk mendorong agar pengolahan limbah medis menjadi semakin baik dan aman bagi lingkungan sekitar. Selain itu, dengan alat pembakaran itu, rapor merah yang selama ini diperoleh berubah menjadi rapor biru. Tercatat, sejak tahun lalu, RSU dr H Soemarno Sostroatmojo telah mendapat rapor biru dalam pengolahan limbah medis.
“Sebelumnya, kami selalu menerima rapor merah dari KLH. Sejak dua tahun terakhir meningkat menjadi rapor biru. Hasil ini akan kami pertahankan. Pada 2015 nanti, kami targetkan dapat rapor hijau. Ada beberapa yang kita ubah, seperti prosedur pengolahan limbah dan kelengkapan administrasi. Jika tahun ini tak terwujud, jika izin incenerator belum terbit, kita berharap tahun selesai, dan tahun depan telah kantongi izin,” harapnya.
Meski masih mendapat rapor biru, pihaknya menjamin limbah medis yang diolah tetap aman bagi lingkungan. Bahkan, pihak rumah sakit gunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Alat Pembakaran (Incenerator) yang standar. Penggunaan IPAL dan incenerator diharapkan mengurangi dampak negatif dari limbah medis yang diproduksi setiap saat.
“Untuk pengolahan limbah cair, sebelum dibuang harus melalui beberapa tahapan selama 24 jam. Limbah yang dihasilkan dijamin tak akan berbahaya bagi lingkungan sekitar, karena limbah itu tidak langsung dibuang. Kita alirkan dulu ke kolam ikan, jika ikan tak mati, maka air limbah bisa dibuang,” sebutnya.
Sementara itu, Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan RSU, Ila menjelaskan, dalam pengolahan limbah cair, pihak rumah sakit memanfaatkan bakteri air. Bakteri itu dipesan dari Samarinda, kemudian diganti dua kali dalam sepekan. Sebelum dibuang, air hasil pengolahan itu akan dikirim ke Samarinda untuk diperiksa.
“Dalam proses pengolahan IPAL tetap dimonitoring Badan Lingkungan Hidup Bulungan selama tiga bulan sekali. Kita juga selalu mengirim sampel air ke Samarinda setiap sebulan sekali,” ujarnya.
Selain limbah cair, rumah sakit juga mengolah limbah padat seperti botol infus, jarum suntik, obat kedaluwarsa dan sisa perban. Dalam pengolahan itu, rumah sakit gunakan incenerator. Pembakaran dilakukan dalam suhu 1.200 celcius selama satu jam.
“Setelah dibakar, kita tunggu dingin dulu. Setelah itu sisanya dikumpulkan dan hasilnya tak kita buang ke lingkungan. Tapi dimasukan dalam bunker. Pengolahan ini tetap dimonitoring, setiap enam bulan sekali dilakukan pemeriksaan emisi gas buangnya,” tambah Ila. [] Kokal