Mega proyek RWP bukannya selesai, malah nyaris terbengkalai. Sang investor yang dibilang hebat juga tak terlihat kuat menyelesaikan pekerjaan berat. Belakangan diketahui ternyata masalah utamanya tak punya cukup modal untuk membangun.
TAHUN 2012 silam, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) terlibat kerja sama dengan perusahaan kontraktor asal Kota Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur (Jatim) untuk membangun sebuah super mall sekaligus pusat perkantoran tepat di samping Kantor Bupati Kukar, Tenggarong.
Perusahan itu bernama PT Citra Gading Asritama (CGA). Kehadirannya diharapkan dapat mewujudkan mimpi masyarakat, sekaligus angan Bupati Kukar Rita Widyasari agar Tenggarong punya pusat perbelanjaan modern seperti yang sudah dicetuskan ayahnya, mantan Bupati Kukar, Syaukani HR, sejak bertahun-tahun silam.
Andil CGA dalam mega proyek pusat pasar modern dan perkantoran yang diberi nama Royal World Plaza (RWP) tersebut bukanlah sebagai kontraktor, melainkan investor. Seluruh duit pembangunannya bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kukar, melainkan sepenuhnya tanggung jawab perusahaan.
Pada 7 November 2012 lalu, pemancangan tiang pancang pertama atau ground breaking dilakukan di lokasi proyek. Bupati Kukar, pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD), pimpinan instansi serta investor hadir pada kesempatan itu. Setelah seremonial membunyikan sirine, pemecahan kendi dan sambutan, pemancangan dilakukan. Sehari sebelumnya, Sultan Kutai Adji Mohd Salehoeddin II bahkan melakukan ritual besawai di titik lokasi pemancangan.
Rita Widyasari didampingi sejumlah pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, ada juga Sultan Kutai Adji Mohd Salehoeddin II, memencet tombol sirine pemancangan tiang pancang pertama. Foto: KK/IstDari acara itu terungkap bahwa proyek RWP dibangun dengan pola investasi Build, Operate, Transfer (BOT) atau bangun, guna, serah. Artinya, CGA bertanggung jawab dalam hal pembiayaan. Setelah selesai membangun, CGA diberikan hak mengoperasikan selama 30 tahun. Dan kontrak yang telah ditandatangani, bisa dilakukan perpanjangan satu kali baru kemudian diserahkan ke Pemkab Kukar.
Sementara dalam hal penyelesaian pembangunan, manajemen CGA menjanjikan pusat bisnis dan perkantoran itu rampung di tahun 2014. Pekerjaan cuma dilakukan selama dua tahun. Maunya Rita Widyasari pada Juli 2014, RWP sudah bisa soft opening dan 7 November grand opening.
Bangunan RWP sendiri berdiri di atas lahan seluas 10,2 hektar. Desain awalnya, RWP terdiri dua tower atau menara. Pada tower A, akan dibangun 10 lantai dengan luas bangunan 2,45 hektare. Menara B sebanyak 14 lantai dengan luas lahan 3,08 hektare. Untuk lantai 1-3 di kedua tower, dikhususkan bagi kawasan bisnis dan mall. Sementara lantai 4 ke atas berupa kaveling perkantoran.
Untuk kapasitasnya, RWP mampu menampung 10 anchor tenant (penyewa besar), 284 small tenant (penyewa kecil) dan kapasitas bangunan kaveling kantor sebanyak 460 unit. Bahkan belakangan Rita Widyasari berharap agar investor dapat membangun sebuah akuarium raksasa di lokasi bangunan RWP. Adapun nilai investasinya, menurut perhitungan pihak CGA, sekitar Rp 1,8 triliun.
Lalu bagaimana perkembangan pasca ground breaking? Beberapa bulan setelah pemancangan tiang pancang pertama, ternyata belum banyak yang dilakukan CGA. Investor ini disebut-sebut malah baru mencari duit untuk membangun RWP. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim pun disasar CGA untuk mendapatkan pinjaman Rp 500 miliar.
Karena itu, selama rentang waktu beberapa bulan, kegiatan pembangunan RWP baru terlihat. Manajer Operasional RWP, Purwanto, kepada media pernah mengemukakan, pada April 2013 lalu kegiatan proyek baru memasuki tahap pematangan lahan dan pembuatan sarana pembautan tiang pancang. Setelah itu tahapan selanjutnya adalah pemasangan ribuah tiang pancang.
“Ada 8.600 titik pemancangan dan diperkirakan pemancangan ini selesai dilakukan sekitar empat bulan,” kata Purwanto, (6/5/2013).
Setelah itu, menurut Purwanto, pembangunan dilanjut dengan pembuatan pondasi kemudian bangunan utama, yakni empat lantai untuk komersil atau mal, serta tujuh dan sebelas lantai digunakan untuk perkantoran. Dia menyebut, proyek RWP bakal menyerap 1.200 pekerja.
Totok Heru SubrotoDi lain pihak, Totok Heru Subroto, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kukar, mendapat informasi bahwa pemangunan pusat perkantoran dan bisnis RWP ternyata telah terjadi penyesuaian ulang, termasuk desain.
“Tadinya sudah mau dipancang, namun setalah tiang pancang masuk hingga tiga buah tetap tidak menemukan tanah keras melainkan tiang itu tetap amblas terus masuk ketanah sehingga letak bangunan perlu penyesuaian ulang dan desainnya juga sedikit berubah,” ungkap Totok Heru Subroto, (7/5/2013).
Mengenai perubahan desain, dijelaskan Totok hanya sedikit yang berubah tetapi tetap dua tower yakni tujuh dan sebelas lantai. Hanya saja dikatakannya jika dulu jumlah lantai dihitung dari dasar, sekarang yang tujuh dan sebelas lantai tersebut merupakan khusus bangunan untuk perkantoran, yang dibawahnya ada empat lantai untuk bangunan komersil atau mall.
Dari pantauan media ini, di pertengahan 2013, di lokasi RWP memang tampak sibuk dengan kegiatan pembangunan. Kantor proyek RWP pun dibangun dan lahan di sekitar lokasi RWP dipagar. Banyak kendaraan berat pengangkut material proyek hilir mudik.
Sangking sibuknya, para penanggung jawab proyek sampai lalai dengan kebersihan lingkungan. Jalan AP Mangkunegoro, sebagai akses utama keluar masuk kendaraan material, dibuat kotor dengan lumpur. Saluran air pun tersumbat.
Bupati Kukar Rita Widyasari bahkan sempat menegur. Setelah dinilai bengal, karena beberapa kali dilayangkan teguran, baik lisan dan tulisan, tak digubris, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mendatangi lokasi proyek. Akses keluar masuk menuju proyek diportal dengan truk.
“Kami melakukan penutupan karena tidak memperhatikan kebersihan lingkungan, apalagi ini berada di samping kantor Bupati. Gara-gara mereka, sebelum pelaksanaan penilaian Adipura tahap awal, malam-malam petugas dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah, red) yang harus membersihkan Jl AP Mangkunegoro,” kata Kepala Satpol PP Kukar, Fida Hurasani, ketika itu.
Fida mengatakan, CGA sudah berkali-kali diingatkan agar tidak mengotori akses jalan, utamanya Jl AP Mangkunegoro. Meski pembangunan RWP adalah proyek pemerintah, namun kebersihan kota tak boleh diabaikan. “Ini kami lakukan dengan dukungan dari Bupati Rita Widyasari,” katanya.
PROYEK MACET
Tapi kesibukan proyek RWP tersebut tak berlangsung lama. Belum juga terlihat pondasi, proyek sudah mandek. Tak ada aktivitas berarti di lokasi proyek. Realitas tersebut mengundang reaksi sejumlah pihak. Pada akhir September 2013, bahkan ada yang menuding CGA sudah kehabisan modal untuk melanjutkan pembangunan.
Tudingan datang dari Isnaini, mantan anggota DPRD Kukar. Isnaini menyebut, CGA hanya membangun bermodalkan DP yang dibayarkan pengusaha untuk mendapatkan satu lokasi. Besaran DP sekitar 30 persen.
Isnaini“Citra Gading itu nggak ada modal, hanya mengharapkan modal pembayaran DP (down payment atau uang muka, red) pengusaha,” kata Isnaini kepada wartawan, (25/9/2013).
Ia mengatakan, keinginan Bupati Rita Widyasari untuk mengumpulkan pengusaha di Kukar di lokasi perkantoran itu patut disambut baik. Namun, belakangan para pengusaha kecewa dengan lambatnya kinerja investor. “Lihat saja pengerjaannya, sudah setahun kontraknya, pondasi saja belum ada,” tukasnya.
Isnaini bahkan mengaku sudah menyetor dana Rp 5 Juta sebagai tanda jadi untuk menempati lokasi perkantoran bila sudah terbangun. “Saya kemudian membatalkan untuk membeli itu ketika melihat belum ada pengerjaan serius. Kesannya tidak mampu membangun,” tandasnya.
Keesokan harinya, Branch Manager PT CGA, Wisnu Murti Wibowo menampik tudingan Isnaini. Ia mengatakan, pihaknya sebenarnya menunggu kepastian dan komitmen perusahaan untuk berkantor di RWP. Perusahaan yang beroperasi di wilayah Kukar, sesuai peraturan daerah, wajib berkantor di Tenggarong.
Tanpa komitmen tersebut, tegas Wisnu, pihaknya mengaku dilematis. Di satu sisi, mereka dituntut Pemkab untuk segera menyelesaikan RWP. Di sisi lain, belum semua perusahaan berkomitmen untuk berkantor di RWP. Karena pembangunan dilakukan sesuai pesanan.
“Ketika diundang ke Jakarta dan diminta berkantor di Tenggarong oleh Bupati Rita, 121 perusahaan mengaku siap. Namun, hingga saat ini belum ada satupun yang punya komitmen kuat. Ukuran kita sebenarnya bukan uang. Tapi, kalau ada semacam komitmen hitam di atas putih untuk berkantor di RWP itu sudah cukup. Modal kami sudah siap. Jadi, tak ada hubungannya dengan uang muka dari tenant,” tukasnya.
Dari sekian banyak perusahaan yang mengaku siap itu, kata dia, beberapa di antaranya sudah membayar sejumlah uang dengan nominal Rp 100 juta sebanyak dua pengusaha, Rp 50 juta dua pengusaha, Rp 25 juta dari 1 pengusaha. Sedangkan sisanya ada yang membayar hanya Rp 5 juta.
Wisnu mengatakan, pembayaran DP ini juga bukan dijadikan untuk modal membangun. DP itu adalah salah satu bentuk komitmen pengusaha. “Kami ini pengusaha murni dan dana siap. Dananya ini dari bank dan tidak mungkin bank itu memberikan dana tanpa ada jaminan. Tidak ada kendala, baik itu izin dan sebagainya. Hanya saja yang menjadi kendala itu tadi, yakni komitmen pengusaha untuk menempati lokasi perkantoran itu,” terangnya.
Wisnu juga mengungkapkan, saat ini pihaknya akan memfokuskan pembangunan pusat bisnis terlebih dulu. Padahal, rencana awalnya adalah pusat perkantoran. Alasannya, dengan adanya pusat perkantoran akan mengundang tenant-tenant besar menempati pusat bisnis.
Namun, dalam perjalanannya, justru tenant-tenant ternama lebih dulu menyatakan minat dan memesan tempat. “Oktober ini kita pastikan pembangunan jalan, karena sudah menjadi komitmen kita dengan pihak tenant. Oleh karenanya kita memfokuskan pembangunan bisnis areanya terlebih dahulu,” katanya.
Dengan dibangunnya bisnis area ini bukan berarti pusat pemasaran pusat perkantoran dihentikan. Wisnu menegaskan pihaknya tetap memasarkan pusat perkantoran. “Pembangunan pusat perkantoran tetap berjalan, lagi pula pusat perkantoran kan berada di atas pusat bisnis. Kita tetap memasarkan pusat perkantoran dan sekaligus meminta Pemkab untuk memastikan komitmen para pengusaha untuk berkantor di RW Plaza,” ungkapnya kepada wartawan.
Aktivitas lengang di lokasi proyek RWP. Foto: Ist.POLEMIK UANG MUKA
Benar kah apa yang dikatakan Wisnu? Ternyata cuma bualan. memasuki bulan Oktober 2013, kemajuan proyek tak terlihat sama sekali. Yang terjadi malah polemik down payment terus berkelanjutan. Lucunya, Pemkab Kukar terkesan membela CGA. Selain ‘memaksa’ para pengusaha untuk menyetor down payment, Pemkab Kukar juga terlihat mati-matian mencarikan uang untuk CGA.
Pembelaan yang dilakukan Pemkab Kukar sudah terlihat beberapa hari pasca CGA dituding tak bermodal. Pada awal Oktober 2013 Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Kukar membetuk tim percepatan realiasi perusahaan berkantor di Tenggarong.
Reaksi pihak BPMPD membentuk tim tersebut dinilai sebagai reaksi pembelaan yang tak punya kejelasan tujuan. Padahal, pada tahun 2012 pernah dilakukan pertemuan dan tercatat 121 perusahan berkomitmen menempati RWP.
Di samping itu, juga telah terbit aturan bahwa perusahaan yang beroperasi di Kukar wajib berkantor di tenggarong, yakni Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewajiban Penanam Modal Berkantor di Tenggarong.
Sementara desakan Pemkab Kukar agar perusahaan yang menanamkan modalnya di Kukar segera membayar uang muka untuk membeli kantor di RWP, diutarakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kukar, Totok Heru Subroto.
Pada sebuah kesempatan, ia menyebut, keengganan pengusaha batu bara untuk menyetor uang muka seakan melecehkan Pemkab. “Di Kukar, rata-rata pengusaha tambang belum mempunyai itikad baik untuk berkantor di Tenggarong dengan tidak mau membayar uang komitmen sebesar Rp 5 juta rupiah kepada PT Citra Gading Asritama,” ujarnya.
Totok menambahkan, dalam pertemuan dengan Pemkab itu, perwakilan pengusaha tambang dan perkebunan secara lisan menyatakan siap berkantor di RWP. Sembari menunggu pembangunan RWP, mereka juga siap membayar uang komitmen kepada pengembang. Sekarang, saat RWP mulai dibangun, malah pengusaha tambang belum mau membayar uang komitmen.
“Kalau untuk pengusaha perkebunan, rata-rata sudah mempunyai Itikad baik untuk mau berkantor di RWP. Mereka membayar uang komitmen yang telah disepakati, tapi bagi pengusaha tambang masih banyak yang belum membayar uang komitmen. Karena masih banyak pengusaha yang tidak komitmen mau berkantor di RWP, Pemkab Kukar membentuk tim sosialisasi dan penindakan bagi pengusaha yang tidak mau berkantor di Tenggarong,” tegas Totok.
Bahkan ikut-ikutan membantah bahwa CGA tidak punya modal untuk membangun RWP. Apalagi soal anggapan bahwa pengusaha tambang dibebani uang muka sebagai modal pengembang. “Ini persepsi yang sangat salah dan perlu diluruskan, tukasnya.
CGA, terang Totok, merupakan investor yang berpengalaman membangun pusat-pusat bisnis di berbagai daerah. Kesiapan mereka juga sudah dipresentasikan di hadapan Bupati Rita Widyasari. “Saya tegaskan, uang yang Rp 5 juta yang harus disetor pengusaha, bukan diperuntukkan untuk membangun fisik RWP Tenggarong, akan tetapi uang tersebut sebagai komitmen atau tanda jadi mau berkantor di RWP,” tandas Totok.
MASALAH BERMUNCULAN
Memasuki triwulan pertama 2014, proyek RWP masih juga tak terlihat adanya kemajuan. Bahkan target berdirinya RWP dirubah tahun 2016, mundur dua tahun dari jadwal semula. Belakangan diketahui penyebabnya, selain polemik down payment, juga ada persoalan lain, yakni masalah legalitas dan perubahan desain.
Hal tersebut terungkap pada pertemuan antara investor RWP dengan 20 perwakilan perusahaan yang sebelumnya berkomitmen menempati RWP di Ruang Rapat BPMPD, Kamis (13/3/2014). Pertemuan difasilitasi sejumlah pejabat dari BPMPD, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben), Perkebunan dan Kehutanan serta Bappeda.
Diungkapkan Purwanto, perwakilan dari CGA, pembangunan RWP masih terkendala legalitas, yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selain itu ada juga masalah perubahan detail gedung, terutama ada pergeseran masalah luasan bangunan kantor, yang sebelumnya direncanakan 460 kaveling kantor menjadi 270 kaveling.
Untuk itu, pada menara A yang sebelumnya akan dibangun 10 lantai, menjadi 7 lantai. Di tower B, yang semula direncanakan 14 lantai, menjadi 10 lantai. Untuk melanjutkan pembangunan, Purwanto menyebut, di lokasi sudah terdapat stok material. Material pembersihan juga telah siap. Dari Rencana Anggaran Belanja (RAB) detail konstruksi yang baru, pembangunan RWP ini memerlukan dana Rp 800 miliar.
Karena perubahan desain tersebut, kata Purwanto, berimbas pada waktu target penyelesaian RWP yang berubah dari jadwal semula pada 2014 ini. “Untuk gedung mall kita perkirakan rampung akhir tahun 2015. Tapi untuk gedung perkantoran kita targetkan akan rampung tahun 2016,” kata Purwanto, pada kesempata terpisah (8/4/2014).
Terkait dua tahap perampungan gedung, dijelaskan bahwa untuk pembangunan RWP, CGA selaku pengembang membagi dalam dua bagian, yakni pembangunan gedung bagian depan yang diperuntukan bagi mall. Dan bagian kedua adalah gedung bagian belakang yang merupakan pusat perkantoran.
Mengenai persentase progres pembangunan, Purwanto mengakui keterlambatan dari seharusnya, dimana untuk saat ini masih tahap pemasangan tiang pondasi. Yang menurutnya untuk saat ini baru 86 titik, demikian pula dengan pondasi tapak yang baru terpasang 16 titik.
“Kalu persentase memang masih belum seberapa persen, tapi untuk target penyelesaian gedung bagian depan untuk mall mudah-mudahan dapat kita akan rampungkan akhir 2015. Hanya saja untuk gedung bagian belakang untuk perkantoran, itu akan terlambat dan kita upayakan bisa rampung dalam tahun 2016,” kata Purwanto.
TAK BERDUIT
Karena masalah polemik uang muka tak kunjung berakhir, Pemkab Kukar berinisiatif membantu keuangan CGA dengan mencari dana pinjaman atau talangan dari pihak ketiga untuk membantu mengurangi resiko bisnis. Pada Mei lalu BPMPD memfasilitasi CGA untuk mendapatkan suntikan dana dari Islamic Development Bank (IBD) yang berpusat di Jeddah dan Kevin Holding yang berpusat di Hongkong.
Dua bank dunia ini sudah menyatakan kesediaan untuk membantu suntikan dana berupa pinjaman lunak kepada CGA. Dua institusi pembiaya kelas dunia ini akan menawarkan pinjaman lunak dengan bunga rendah, hanya dua persen pertahun dengan masa pengembalian 15 tahun.
Akhir Mei lalu, Kepala BPMPD Kutai Kartanegara, Bambang Arwanto mengemukakan, pinjaman itu sangat ringan dibanding bunga bank komersial lainya. Ia menegaskan, yang meminjam adalah swasta, bukan pemda. Pemda hanya memfasilitasi. Menurutnya, strategi tersebut merupakan solusi untuk percepatan pembangunan RWP.
Soal upaya mencarikan duit bagi CGA, Bambang menyebut itu sebagai resiko pembangunan daerah yang realisasinya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Pemerintah sudah selayaknya memfasilitasi, baik pembiayaan dengan menghubungkan kepada institusi pendana maupun marketnya.
Mengingat domain bisnis terkait dengan perhitungan cost and benefit pihak swasta yang berinvestasi, maka yang terpenting adalah performa atau kinerja invesatasi di mata pasar, dimana diketahui saat ini pihak CGA hanya fokus pada pembangunan gedung mall saja, sementara gedung perkantoran melihat kebutuhan pasar (market demand) dan kejelasan marketnya.
Sementara informasi terbaru, Bupati Kukar, Rita Widyasari justru menyebut bahwa pembangunan RWP karena dana PT CGA tersedot proyek lain perusahaan tersebut. Namun demikian, CGA telah mendapat dana talangan sebesar Rp 20 miliar dan pinjaman dana sekitar Rp 300 miliar dari BPD Kaltim.
“Mereka (CGA, red) sudah dapat jaminan Rp 20 miliar. Sekarang sudah bisa menjamin keuangan ke BPD Kaltim dan mendapat dana hingga sekitar Rp 300 miliar,” kata Rita Widyasari kepada wartawan, baru-baru ini (10/7/2014).
Dengan jaminan ini, maka kemungkinan pada Agustus CGA sudah bisa mengebut pekerjaan. Targetnya, November 2015 dan tenant sudah menempati dan menggunakan RWP, di antara anchor tenant-nya adalah Matahari. []