KUTAI KARTANEGARA – TEMPAT Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Reduce Reuse Recycle (3R) Gerakan Muara Jawa Bersih (GMJB) Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kini telah memiliki tempat pengolahan sampah (TPS) yang menjadi pusat perhatian TPS lainnya, tidak hanya di Kabupaten Kukar saja.
Untuk diketahui, TPST sendiri adalah sebuah lokasi pengelolaan sampah yang di dalamnya memuat pemilahan sesuai dengan komposisi sampah. Pengolahan tiap jenisnya menjadi hal yang lainnya, serta pembuangan residu untuk sampah yang tidak lagi bisa diolah.
Operasional TPST dilakukan oleh 36 orang. Terdiri dari enam orang pengurus, 12 orang pengangkut sampah, empat orang penyapun jalan, lima orang pengelola di TPST, dan 9 orang pemilah.
Proses pengolahan sampah terbagi ke dalam dua bagian, yakni sampah organik dan anorganik. Untuk sampah organik yang telah dipisah akan diolah menjadi kompos, pupuk organik cair (POC), eco-enzym, budidaya ulat maggot, dan biomassa.
Sedangkan sampah anorganik diolah menjadi paving block dan bio solar (dari plastik, oli bekas, dan minyak jelantah). Sedangkan untuk sisanya akan dijual kepada pengepul.
Sebelum menjadi TPST 3R yang optimal seperti ini, sebelumnya TPST ini hanyalah lokasi tempat pembuangan sampah tanpa adanya pengolahan. Hal ini diungkapkan Koordinator Bidang Sampah Organik Hadi Suyitno, ketika ditemui beritaborneo.com di lokasi TPST 3R GMJB, Muara Jawa, Minggu (11/02/2024).
“TPST ini sekarang sudah menjadi panutan untuk beberapa TPS 3R lainnya. Pengolahannya sudah cukup efektif, namun sebelum ini, kami melewati banyak sekali perjuangan untuk mengembangkannya,” jelas Hadi.
Hadi melanjutkan, TPST 3R baru berkembang ketika ada kepengurusan baru pada tahun 2014. Kepengurusan lama pada tahun 2007 tidak melakukan pengembangan, sehingga pada tahun 2014 baru ada kolaborasi.
“Dulu, lokasi ini masih bukit-bukit tanah liat. Jadi, ketika masyarakat buang sampah, mereka hanya buang begitu saja. Bahkan dengan jarak satu kilometer, sampahnya sudah sampai pada pinggir jalan,” tuturnya.
Lebih lanjut Hadi mengungkapkan bahwa dulu untuk memasukkan sampah ke jurang (tempat pembuangan residu), membutuhkan biaya dan usaha yang tidak sedikit. Karena masih ada bukit dan tidak adanya armada yang memadai dalam melakukan pembersihan sampah yang sampai pada pinggir jalan. Pihaknya terpaksa menyewa alat dari salah satu perusahaan dengan biaya kurang lebih Rp15 juta.
“Nanti setelah dibersihkan, sampah akan penuh lagi ke pinggir jalan. Mengingat biayanya tidak sedikit, kami memutuskan untuk memulai pelan-pelan membuat tempat pengolahan sampah ini, sehingga sampah yang terbuang itu bisa dikurangi sebanyak mungkin,” ujarnya menjelaskan.
TPST 3R GMJB baru menerapkan pengolahan dan pengurangan sampah pada tahun 2014. Pada 2024 ini, TPST menambah kembali armada pengangkut, alat dan mesin pendukung, gedung-gedung workshop untuk pelatihan pihak luar, dan tempat-tempat pengolahan sampah. []
Penulis: Nistia Endah Juniar Prawita | Penyunting: Agus P Sarjono