PONTIANAK – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat (Kalbar) mendata sebanyak 104 peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024 melanggar ketentuan pemasangan atribut kampanye, Alat Peraga Kampanye (APK) dengan memaku baliho di sejumlah pohon di Kota Pontianak.
“Hingga, Sabtu (10/02/2024) kemarin, APK pemilu masih terpajang di sejumlah pohon di area Kota Pontianak. Sejumlah foto yang menampilkan para calon anggota legislatif, termasuk calon legislatif (Caleg) Kota Pontianak, Caleg Kalbar, Caleg Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dan bahkan APK calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), merusak pemandangan sekitar pepohonan di Kota Pontianak,” ucap Direktur Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, di Pontianak, Minggu (11/02/2024).
Walhi merincikan dari 104 peserta pemilu yang ter data di atas, sebanyak 50 caleg DPRD Kota Pontianak, 25 Caleg DPRD Provinsi (Prov.) Kalbar dan 25 Caleg DPR RI serta 4 DPD masing-masing atas nama Bride Suryanus, M. Arya Tanjungpura, David Oendoen dan Erlina.
Adapun Caleg DPR RI Petahana (incumbent) yang memaku pohon dalam memasang peraga kampanyenya yakni Daniel Johan, Maman Abdurahman dan Boyman Harun. “Dari data tersebut maka jelaslah bahwa sebagian besar partai melalui politisinya yang mencalonkan diri sebagai legislatif melanggar aturan pemasangan peraga kampanye yang nihil tindakan hukum tegas maupun penertiban selama ini namun tetap enjoy saja,” tuturnya.
Berdasarkan hal tersebut, katanya, Walhi Kalbar telah mengumpulkan data foto politisi yang memaku pohon tersebut dan merilisnya. Selain berpotensi merusak pohon yang berperan sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbon dioksida (CO2), pemasangan APK pemilu sembarangan juga merusak keindahan dan mengganggu kenyamanan, bahkan, pemasangan foto politisi pada pepohonan tersebut secara regulasi merupakan bentuk pelanggaran.
“Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, pemasangan APK pemilu diatur dengan jelas dan KPU dapat memfasilitasi pemasangan APK terkait dengan penentuan lokasi dalam pemasangan APK. Selain itu, kepatutan dan keindahan, seperti yang diatur dalam pasal 36 ayat 5, harus dipertimbangkan dalam pemasangan APK pemilu,” katanya.
Lebih lanjut, Adam menambahkan, terkait pemasangan APK di pohon diatur dalam pasal 70 ayat 1 dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) 15 Tahun 2023. Ayat tersebut menyatakan bahwa bahan kampanye pemilu dilarang ditempelkan di tempat umum seperti taman dan pepohonan, karena pemasangan APK pada pohon dapat merusak pohon dan berpotensi menyebabkan kerusakan pada pohon tersebut.
“Meskipun aturan tersebut jelas, pemasangan APK oleh peserta pemilu pada sejumlah pohon masih terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar partai politik (parpol), melalui calon legislatifnya, melanggar aturan pemasangan peraga kampanye tanpa ada tindakan hukum tegas maupun penertiban yang signifikan,” kata Adam.
Situasi ini menunjukkan kurangnya sensitivitas dan kepedulian peserta pemilu terhadap lingkungan, terutama terhadap pepohonan yang penting bagi ekosistem. Pemasangan APK pada pohon juga menimbulkan pertanyaan tentang nasib sumber daya hutan dan lingkungan hidup jika ditangani oleh orang-orang yang tidak tepat di masa depan.
“Dari 104 peserta pemilu yang ter data, mayoritas dari mereka melanggar aturan pemasangan APK. Pihak panitia pengawas pemilihan umum (Panwaslu) dan pemerintah daerah harus menegakkan aturan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan peserta pemilu,” tuturnya.
Menurutnya, pemilu yang berkualitas harus didukung oleh sikap sportivitas dan ketaatan peserta serta penyelenggara pada aturan yang ada. Pemasangan APK oleh para peserta pemilu pada pohon-pohon menunjukkan bahwa pendidikan politik, yang seharusnya menjadi perhatian partai politik, telah terabaikan.
“Jika partai politik tidak dapat memberikan pendidikan politik yang baik kepada warga, maka siapa lagi yang diharapkan memberikan edukasi yang benar tentang demokrasi,” katanya. []
Redaksi07