MINGGU, 29 Juli 2012 silam, keluarga besar Syaukani Hasan Rais, mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) yang pernah tersangkut perkara korupsi, dirundung duka mendalam. Putra bungsu Syaukani, Windra Sudartha, meninggal dunia karena penyakit yang tak diketahui.
Selain dikenal sebagai putra ‘orang besar’ di Kukar, pria yang akrab disapa I’ing juga diketahui merupakan saudara kesayangan Rita Widyasari, Bupati Kukar. Lantaran selama hidupnya dekat dengan kekuasaan, almarhum tentu menjadi orang ‘berpunya’. Di dunia tambang, namanya sudah tak asing, ia owner PT Sinar Kumala Naga (SKN).
Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT SKN yang memiliki lahan konsesi seluas 2.649 hektare di Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kukar, prosesnya didapat sejak ayahnya menjabat sebagai Bupati Kukar. Pada tahun 2010, PT SKN sudah aktif menambang dan kantornya berada di Desa Loa Raya, Tenggarong Seberang, tak jauh dari Stadion Aji Imbut.
Karena harta berlimpah yang dimiliki Windra Sudarta dan ia meninggal secara mendadak tak sempat berwasiat, konflik perebutan harta gono gini pun terjadi. Belum lagi habis tahun 2012, gugatan perebutan harta pun dilayangkan.
Pihak istri I’ink yang merasa dirugikan, Jenny Yulia Yusuf, mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan untuk meminta kejelasan siapa ahli waris dan besaran bagiannya. Ia juga bertindak atas nama Rava Dharma Sudharta, putra Jenny hasil perkawinannya dengan I’nk di Kecamatan Makasar, Jakarta Pusat pada Agustus 2007 silam.
Sengketa tersebut kemudian berlanjut ke Mahkamah Agung (MA). Hakim MA yang diketuai Sohel dengan anggota Muh Rusdi Tahir dan Ida Nursaadah memutuskan ada empat orang yang berhak mendapatkan harta peninggalan I’ink. Penetapannya dilakukan pada 11 Februari 2013 berdasarkan salinan putusan PA Jakarta Selatan Nomor 188/Pdt.P/2012/PA.JS.
Empat orang tersebut adalah Jenny Yulia Yusuf dengan bagian 1/8, kedua orang tua I’ing yakni Syaukani dan Dayang Kartini dengan bagian harta masing-masing 1/6. Ketiganya termasuk ashhabul furudh. Sementara sisa hartanya menjadi hak Rava Dharma Sudharta yang menjadi ahlul ashabah.
Di dalam permohonan Jenny di PA Jakarta Selatan, disebutkan bahwa selama hidup, Windra Sudharta memiliki saham di PT SKN, punya modal di CV Bara Naga, modal di CV Bara Sinar, komisi dari CV Bara Sinar berdasarkan Surat Perjanjian Komitmen Fee Nomor SPKF.003/I/2012, tabungan di rekening bank, dan lain-lain.
Lantas apakah putusan penetapan harta gono gini tersebut menyelesaikan persoalan? Ternyata tidak. Menurut informasi salah seorang sumber yang turut membela kepentingan Jenny, disebutkan bahwa selama ini Jenny dan Rava hanya menerima uang Rp 25 juta setiap bulannya dari operasional tambang PT SKN. Tidak ada pembagian harta seperti disebutkan dalam permohonan Jenny di PA Jakarta Selatan.
Sumber dipercaya itu menyebut bahwa manajemen PT SKN sekarang ini dikuasai keluarga Syaukani. Dayang Kartini dan Rita Widyasari disebut memiliki kewenangan besar atas SKN. Benar saja, pada saat memutuskan untuk menghibahkan uang Rp 1 miliar dari PT SKN setiap tahunnya ke Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), pihak Jenny tak dilibatkan.
“Tahun 2013, doa dan tahlilan bersama yang dipersembahkan secara khusus kepada almarhum I’ing dilaksanakan keluarga Ibu Rita Widyasari di Pendopo Bupati, tetapi tahun 2014 ini tidak ada. Keluarga besar saja yang kumpul untuk buka puasa bersama. Padahal harta sepeninggal almarhum bisa dimanfaatkan untuk haul,” ujar pria yang mengaku dekat dengan sejumlah kerabat Syaukani ini kepada wartawan, Juli lalu.
Masih menurut keterangan sumber tersebut, salinan akta notaris pendirian SKN yang ada di tangan Jenny Yulia Yusuf, menunjukkan bahwa pemegang saham utama SKN adalah Windra Sudartha. Tetapi oleh pihak Dayang Kartini, Ibunda Rita Widyasari, akta notaris tersebut dirubah secara sepihak dengan kepemilikan saham terbesar berada di tangan Dayang Kartini.
Namun demikian tak ada langkah perlawanan hukum lagi yang dilakukan pihak Jenny Yulia Yusuf. Pihak Jenny sekarang ini hanya berusaha untuk mengambil alih kekuasaan di PT SKH dengan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Tapi RUPS ini perlu biaya, untuk itu kami mencari investor yang bersedia membiayai RUPS. Kami butuh Rp 5 miliar. Setelah RUPS, seluruh manajemen PT SKN dirombak,” katanya.
Sementara investor yang bersedia membiayai RUPS, menurut sumber di lingkungan Jenny ini, akan diberikan kewenangan untuk bekerja sama dengan PT SKN. “Nanti bisa kita berikan pekerjaan atau yang lainnya,” ujarnya.
Terkait permasalahan tersebut, baik Jenny maupun Dayang Kartini, belum bisa dikonfirmasi karena sulitnya menjalin komunikasi dengan kedua pihak ini. Namun demikian, salah seorang yang punya jabatan di PT SKN membenarkan soal perebutan saham PT SKN antara Dayang Kartini dan Jenny.
Sayangnya, pria paruh baya yang pernah dekat dengan I’ink ini juga tak berkenan identitasnya dipublikasikan. Ia membenarkan bahwa sejak meninggalnya I’ink, ada perubahan akta notaris dan sahamnya tak lagi dikuasai atas nama I’ink, melainkan Dayang Kartini. “Saya ikut merubahnya,” kata sumber tersebut. []