SAMRINDA – Andri Soegianto dituntut 3 bulan penjara, karena harimau peliharaannya menerkam asisten rumah tangga (ART) bernama Suprianda di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). “Terdakwa itu didakwa karena kelalaiannya menyebabkan meninggal seseorang ya karena dia memelihara harimau itu. Kalau masalah tuntutan (3 bulan penjara) itu sendiri kewenangan JPU (Jaksa Penuntut Umum, Red),” ujar Wakil Ketua Pengadilan Negeri Samarinda Ary wahyu irawan, beberapa waktu lalu, Rabu (17/04/2024).
Sidang pembacaan surat tuntutan JPU itu digelar di Pengadilan Negeri Samarinda pada, Kamis (04/04/2024) lalu. Kasus itu pun terdaftar pada nomor perkara 106/Bid.P/LH/2024/PN Smd dengan JPU Stefano. Andri didakwa Pasal 40 (2) juncto Pasal 21 (2) huruf a Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) Hayati dan Ekosistemnya, ancaman hukuman maksimal 3 tahun penjara.
Mengenai tuntutan Andri yang hanya 3 bulan, kata Ary, hal itu karena terdakwa telah mengakui kesalahannya dan ia bersepakat menempuh jalur damai kepada pihak keluarga atas kelalaiannya. “Kenapa menuntut hanya 3 bulan ya salah satunya memang sudah ada perdamaian antara keluarga korban dengan terdakwa ini. Sudah ada uang tali asih yang diserahkan sebesar Rp 300 juta, kemudian juga ada kewajiban bagi terdakwa berjanji untuk membiayai atau beasiswa anak-anak korban,” ungkapnya.
Pada dakwaan alternatif, Andri seharusnya dikenakan Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman 5 tahun penjara terkait kelalaiannya yang menyebabkan kematian seseorang. “Kalau kembali ke dakwaan menjadi domain penuntut umum juga, tapi dakwaan itu bersikap alternatif jadi kalau satunya kelalaian mengakibatkan matinya orang dan satunya lagi memelihara bintang satwa liar yang dilindungi tanpa izin,” kata Ary.
“Memang pada akhirnya kita hanya bisa memutus salah satu, mana yang terbukti karena alternatif bukan akumulatif,” imbuhnya.
Ary menambahkan dalam fakta persidangan itu juga terungkap bahwa perizinan pemeliharaan hewan liar yang dilakukan Andri sedang dalam proses. Namun di lapangan rekomendasi itu belum mendapatkan izin. “Mereka sudah cek ke situ, sudah memeriksa kandangnya dan memang ada beberapa rekomendasi dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Red) yang harus diperbaiki. Tapi belum selesai rekomendasinya itu jadi izin resminya belum turun terhadap pemeliharaan satwa itu,” bebernya
Selain itu, pada kasus tersebut Andri tidak dilakukan penahanan di rutan maupun Lapas. Selama kasus tersebut bergulir di persidangan terdakwa hanya menjalani tahanan rumah. “Untuk terdakwa tidak dilakukan penahanan ya itu tadi karena sudah ada perdamaian. Dari penyidikan awal sudah seperti itu. Jadi karena para pihak ini sudah berdamai. Kita dari pengadilan ya meneruskan saja. Karena sejak awal tidak di tahan ya kami teruskan saja yang penting dia kooperatif hadir di persidangan,” jelasnya.
Rencananya persidangan tersebut akan berlanjut dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa dan penasihat hukum. “Nanti setelah ini tahapan persidangan pembelaan dari terdakwa dan penasihat hukumnya. Setelah pembelaan itu jika jaksa tidak mengajukan replik ya untuk menjawab pembelaan itu ya bisa putusan. Kalau tidak ada replik ya tinggal dua kali sidang pembelaan dan putusan,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Suprianda tewas mengenaskan diterkam harimau Sumatera peliharaan majikannya. Hewan buas tersebut menggigit leher korban. Korban diterkam harimau di Jalan Wahid Hasyim, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda pada, Sabtu (18/11/2023) sekitar pukul 10.00 Wita. Serangan hewan buas itu juga mengakibatkan sebagian organ tubuh korban juga hilang.
“Ya kalau diterkam putus, karena mungkin digigit. Jadi kita masih menunggu hasil dari rumah sakit hasil pemeriksaan lengkap,” ujar Kepala Kepolisian Resor (Kapolresta) Samarinda Komisaris Besar (Kombes) Ary Fadli, Sabtu (18/11/2023). “Penyebab kematiannya mungkin karena gigitan di leher dan ada juga organ tubuh yang hilang,” sambungnya. []
Redaksi07