SAMARINDA – POLEMIK Rancangan Undang-Undang (RUU) Pers atau Penyiaran mendapatkan perhatian dari jurnalis di Samarinda. Kamis (29/5/2024) pukul 10.00 WITA, ratusan jurnalis yang mengatasnamakan “Koalisi Kemerdekaan Pers Kaltim” mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)dengan membawa spanduk-spanduk penolakan.
Aksi tersebut diinisiasi oleh Aliansi Jurnalis Samarinda (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Samarinda, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), dan organisasi pers mahasiswa.
“Aksi ini merupakan upaya kita bersama untuk menyuarakan penolakan terhadap regulasi yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” tulisan di flyer unjuk rasa.
Setidaknya ada dua ayat dalam RUU Pers pada revisi kali ini yang ditolak. Pertama pada Pasal 50B ayat 2 Huruf C, dengan melarang penayangan jurnalistik investigasi. Kemudian di pasal yang sama di ayat yang berbeda, ayat 2 Huruf K yang identik dengan UU ITE, yaitu tentang pencemaran nama baik dan penghinaan.
Di tempat lain, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi menjelaskan, pemerintah telah menunda pembahasan RUU Penyiaran dengan alasan mendukung kemerdekaan pers.
“Berkaitan dengan itu, pemerintah selalu konsisten dalam mendukung dan memastikan prinsip kemerdekaan pers dan kebebasan berpendapat di dalam substansi Revisi Undang-Undang Penyiaran ini,” ucapnya.
RUU yang bersifat membungkam opini publik tersebut juga dikaji ulang oleh DPR RI dengan keterangan bahwa baru sekali diperdengarkan. Penolakan demi penolakan tumbuh di kalangan media, termasuk Tempo dan media besar lainnya. Tentu ini akan merugikan kesejahteraan pers serta penyiaran. []
Penulis: Rangga Satria | Penyunting: Agus P Sarjono