PARLEMENTARIA SAMARINDA – LAMBATNYA pengerjaan proyek terowongan yang menghubungkan Jalan Sultan Alimudin menuju Jalan Kakap Samarinda Ilir menurut Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Angkasa Jaya Djoerani lebih disebabkan karena terjadi salah perencanaan.
“Lambannya progres terowongan bukan pada masalah keuangan, tapi lebih ke masalah teknis di lapangan. Bisa jadi salah perencanaan, karena mencakup bahan baku, waktu, dan tenaga kerja,” kata Jaya, sapaan akrabnya kepada awak media saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Rabu (19/06/2024).
Dia mengungkapkan, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek tersebut belum selesai. Padahal seharusnya Amdalnya dibuat dahulu sebelum proyek itu dikerjakan. Menurut Jaya, dengan Amdal dapat mengetahui terowongan itu layak atau tidak dibangun di dearah tersebut sehingga perencanaan dapat dibuat dengan baik.
“Perencanaan itu penting dan kami dengar Amdalnya masih dalam proses. Sebenarnya Amdal itu yang menentukan ini bisa dibangun atau tidak, bukan Amdalnya dibuat sambil jalan,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) ini.
Dikemukakan Jaya, lemahnya perencanaan proyek terowongan mengakibatkan lambatnya progres pembangunan. Dia memberikan contoh proyek membangun gedung, dapat langsung dikerjakan jika ada gambar bangunannya, ada tenaga kerjanya, dan ada bahannya serta ada pendanaannya.
“Tapi ada faktor yang menghambat, itu yang membuat saya merasa tidak sesuai dengan perencanaan. Memang jika terkait pendanaan, itu sudah clear dan mestinya tidak ada hambatan. Kalau bangun rumah, gambarnya jelas, tukangnya ada, dan barangnya ada, apa lagi yang menjadi hambatan,” tutur wakil rakyat kelahiran Balikpapan, 06 November 1961 ini.
Menurut Jaya, apa bila yang menjadi faktor lambatnya progres proyek terowongan disebabkan oleh bahan yang harus didatangkan dari luar pulau Kalimantan, itu salah satu ciri tidak matangnya perencanaan. Sehingga tidak dapat memperkirakan ketersediaan bahan baku.
“Kalau alasannya karena bahannya tidak dapat dibuat di sini dan harus dibikin di Jawa menjadi penyebab, berarti perencanaanya lemah. Mengapa tidak rencanakan?” tutup Jaya. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Agus P Sarjono