BALIKPAPAN – PERSOALAN perceraian, khususnya bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU) menjadi perhatian serius yang tidak boleh terus terjadi.
Demikian ditegaskan Penjabat (Pj) Bupati PPU Makmur Marbun saat menyampaikan klarifikasi langsung kepada Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), di Balikpapan, Rabu (17/7/2024) siang.
Klarifikasi disampaikan Makmur Marbun setelah Perwakilan Ombudsman Kaltim menerima laporan melalui kuasa hukum salah satu ASN di lingkungan Pemkab PPU, perihal dugaan penundaan izin permohonan perceraian oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten PPU.
“Saya tidak akan memberikan persetujuan perceraian kepada satu orang pun, sebelum pasangan yang akan bercerai bertemu dengan saya langsung. Itu kebijakan saya,” tegas Makmur Marbun.
Dia mengatakan, dirinya sangat menyayangkan masih banyaknya pengajuan gugatan perceraian yang ada di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten PPU, termasuk dari lingkungan ASN di Benuo Taka.
Menurutnya, penyelesaian masalah rumah tangga melalui jalan perceraian, sesungguhnya bukanlah hal yang baik dan tepat. Karena dampaknya bukan hanya pada pasangan itu sendiri. Tetapi dari perceraian yang dilakukan suami istri, akan berdampak pada masa depan anak-anak dan keluarga mereka.
“Makanya saya tidak setuju penyelesaian masalah itu melalui jalan perceraian. Ini prinsip saya, karena kalau memberikan persetujuan itu saya merasa berdosa,” ucapnya.
Sementara saat ditemui usai kegiatan itu, Kepala BKPSDM PPU Ahmad Usman menjelaskan kehadiran Pj Bupati PPU di perwakilan Ombudsman dalam rangka fasilitasi laporan salah satu ASN PPU terkait persoalan perceraian yang belum tuntas.
Dijelaskan Ahmad Usman, berdasarkan prosedur yang ada, pihaknya baik melalui dinas terkait, BKPSDM, maupun melalui Bupati PPU langsung telah tiga kali melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan, namun hingga kini tidak pernah hadir memenuhi panggilan yang diminta.
“Bupati itu punya prinsip bahwa siapapun yang menggugat harus bisa menghadirkan pasangannya. Kalau istri mengguggat suaminya harus datang dan sebaliknya, seperti itu. Nah sampai saat ini yang bersangkutan memang tidak pernah memenuhi panggilan itu,” jelasnya.
“Nah keputusan hari ini adalah bupati harus memberikan jawaban tertulis bahwa belum bisa menerima persetujuan perceraian itu. Karena kedua belah pihak belum bisa dihadirkan dihadapkan bupati. Itu kesimpulannya. Nanti kita buat surat resmi kepada yang bersangkutan agar dapat memenuhi panggilan ini,” tutup Ahmad Usman. []
Penulis: Subur Priono | Penyunting: Agus P Sarjono