JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Bandung, Jawa Barat, menghentikan layanan BPJS karena melakukan kecurangan (fraud). KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta BPJS Kesehatan memang tengah menindak rumah sakit yang mencurangi BPJS agar mendapatkan pencairan uang secara tidak sah.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyatakan bahwa kerja sama RS Muhammadiyah Bandung dengan BPJS diputus sementara hingga tata kelola keuangan mereka diperbaiki. “Diputus kerja sama sementara sampai selesai perbaikan manajemen supaya fraud tidak berulang,” kata Pahala ketika dikonfirmasi, Jumat (09/08/2024).
Menurut Pahala, pihak RS Muhammadiyah Bandung telah mengembalikan uang hasil perbuatan curang kepada pihak BPJS. Meski demikian, RS Muhammadiyah Bandung tidak masuk dalam daftar rumah sakit yang dibawa Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK ke Kedeputian Penindakan dan Eksekusi untuk diusut secara pidana.
Pahala mengatakan, KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS memberikan tenggat waktu kepada semua rumah sakit yang melakukan fraud, termasuk RS Muhammadiyah Bandung untuk mengembalikan dana dan melakukan perbaikan dalam waktu 6 bulan.
“Masih periode enam bulan ini,” ujar Pahala. Sebelumnya, KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS menerjunkan untuk memeriksa enam RS di 3 provinsi sebagai sampel, menindaklanjuti temuan dugaan fraud dari laporan BPJS. Hasilnya, RS A di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) diduga melakukan phantom billing dengan nilai kerugian negara Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar.
Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar. Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar. Pahala mengungkapkan, rumah sakit tersebut melaporkan dokumen klaim fiktif untuk mendapatkan dana dari BPJS.
Tindakan ini dilakukan dengan rapi mulai dari dokumen kependudukan pasien sampai rekam medis palsu. “Di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis,” kata Pahala, Rabu (24/07/2024). “Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis (fiktif),” tambah Pahala.
KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS kemudian mengingatkan rumah sakit lain agar segera mengembalikan uang hasil fraud dan memperbaiki tata kelola dalam enam bulan. []
Redaksi08