SAMARINDA – Menelan anggaran sebesar Rp 6 miliar, masterplan pengendalian dan penanganan banjir belum memberi kontribusi maksimal. Terlebih alat yang menjadi pijakan pemkot dalam mengambil kebijakan mengatasi banjir itu baru rampung jelang berakhirnya pemerintahan Wali Kota Syaharie Jaang dan Wawali Nusyirwan Ismail. Rekomendasi yang diberikan para pakar pun terancam sia-sia.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Nusyirwan tak menampik jika kontribusi masterplan belum bisa dinikmati masyarakat. Namun, ada beberapa alasan mengapa masterplan baru selesai tahun ini. Salah satu faktornya adalah anggaran yang terbatas. Sehingga, baru dianggarkan pada APBD 2014. Tapi, setelah mengamati masterplan tersebut, Wawali melihat masih ada kekurangan yang belum menyentuh penanganan banjir secara komprehensif.
“Menindaklanjuti masterplan itu, belum dijelaskan program apa yang menjadi prioritas serta strategi apa yang tepat,” ucapnya. Sedianya, sambung dia, dalam masterplan itu dijabarkan kawasan mana saja yang masuk dalam skala prioritas pengendalian dan penanggulangan banjir. Disesuaikan juga dengan kekuatan anggaran yang dimiliki pemkot. “Nah, dengan masterplan itu, anggaran tidak dari pemkot saja, melainkan juga dari provinsi dan pusat,” sebutnya. Hal-hal seperti itulah yang dianggap Wawali, masterplan pengendalian dan penanggulangan banjir perlu ditelaah lagi. Terlebih hasilnya belum dipublikasikan ke masyarakat untuk dilakukan sosialisasi.
Dari 12 rekomendasi yang disodorkan konsultan kepada pemkot, Nusyirwan menyebut beberapa di antaranya sudah berjalan. Seperti pembangunan kolam retensi atau polder. Sementara pembangunan pompa dianggap belum prioritas jika relokasi warga di bantaran Sungai Karang Mumus belum tuntas dikerjakan. Karena itu, dia berpendapat kajian konsultan belum menjawab persoalan banjir di Samarinda. “Mestinya masterplan itu mengevaluasi program saat ini,” tandasnya. [] KP