WASHINGTON D.C – Pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan peluncuran program baru yang memberikan insentif sebesar USD1.000 atau sekitar Rp16,4 juta kepada para imigran ilegal yang bersedia kembali secara sukarela ke negara asal mereka.
Program ini diumumkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) pada Senin (05/05/2025), dengan menyebutkan bahwa bantuan keuangan dan biaya perjalanan akan disediakan bagi mereka yang memilih untuk keluar dari wilayah Amerika Serikat menggunakan aplikasi digital yang disebut CBP Home.
Aplikasi CBP Home sendiri merupakan versi terbaru dari aplikasi CBPOne, yang dikembangkan pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden. Aplikasi tersebut sebelumnya digunakan untuk membantu pemohon suaka yang mendekati perbatasan AS-Meksiko tanpa dokumen resmi agar dapat mengajukan permohonan secara legal. Namun, setelah Trump kembali berkuasa, ia menepati janji kampanyenya dengan menonaktifkan aplikasi tersebut, dan mengubah fungsinya menjadi alat pemulangan bagi imigran, bukan sebagai jalur masuk.
DHS menyatakan, insentif sebesar USD1.000 hanya akan diberikan setelah pihak terkait benar-benar kembali ke negara asal mereka, dan hal itu telah terverifikasi melalui sistem aplikasi tersebut. Dalam keterangan resmi, DHS juga menekankan sejumlah istilah yang dikenal luas sebagai bagian dari retorika keras kebijakan imigrasi pemerintahan Trump, seperti “alien ilegal” dan “deportasi mandiri”.
“Jika Anda berada di Amerika Serikat secara tidak sah, deportasi mandiri merupakan cara paling aman dan paling efisien secara biaya untuk meninggalkan negara ini, sekaligus menghindari risiko penahanan,” ujar Kristi Noem, Sekretaris Keamanan Dalam Negeri, dikutip dari The Guardian, Selasa (06/05/2025).
Dalam pernyataan pers tersebut, DHS mengonfirmasi bahwa setidaknya satu individu telah memanfaatkan program ini. Orang tersebut diberi tiket penerbangan dari Chicago menuju Honduras. DHS menambahkan, pemesanan tiket tambahan telah dilakukan untuk beberapa peserta lainnya pada pekan ini dan pekan berikutnya.
Program ini menjadi salah satu kebijakan kontroversial yang mencerminkan pendekatan keras Trump terhadap isu imigrasi, yang sempat diredam selama masa pemerintahan sebelumnya. Kembalinya Trump ke tampuk kekuasaan juga menandai berlanjutnya agenda pembatasan migrasi yang ketat, termasuk pengawasan ekstra di perbatasan serta deportasi sukarela sebagai strategi utama dalam menurunkan jumlah imigran tidak berdokumen di dalam negeri.[]
Redaksi12
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan