HULU SUNGAI TENGAH — Setelah kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Martapura, kini perhatian publik beralih ke Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Pemerintah daerah setempat tampak baru bereaksi dengan melakukan uji laboratorium terhadap air bersih di lima dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Langkah ini dinilai terlambat, mengingat program MBG telah berjalan cukup lama tanpa kepastian standar higienitas air yang digunakan.
Lima dapur yang kini diuji oleh tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) HST adalah SPPG Banua Jingah, Banua Binjai, Barabai Barat, Matang Ginalon, dan Kambat Utara. Pemeriksaan itu dilakukan setelah mencuatnya kekhawatiran masyarakat akan keamanan bahan pangan di dapur MBG, terutama pascainsiden di daerah lain yang menelan korban keracunan.
Kepala UPT Laboratorium DLH HST, Rahmi Irina, menjelaskan, pengambilan sampel dilakukan untuk memastikan standar kelayakan air bersih di seluruh dapur MBG. “Tiga dapur sudah selesai diuji. Dua lainnya baru diambil sampel airnya kemarin. Proses uji lab maksimal 15 hari kerja,” ujar Rahmi, Selasa (21/10/2025).
Rahmi menambahkan, uji laboratorium ini dilakukan atas permintaan masing-masing dapur agar air yang digunakan aman dan higienis. Namun, publik menilai langkah itu seharusnya bukan berdasarkan permintaan dapur, melainkan menjadi kewajiban rutin pemerintah daerah sejak awal program MBG dijalankan.
Kepala SPPG Banua Jingah, Rahmi Hidayat, mengaku lega dengan hasil yang menunjukkan air bersih di dapurnya memenuhi standar. “Alhamdulillah, hasil uji lab menunjukkan air bersih di dapur kami aman dan memenuhi standar kelayakan,” ujarnya.
Rahmi menegaskan, pihaknya berkomitmen menjaga kebersihan dan keamanan makanan, agar program Makan Bergizi Gratis benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat. “Dengan uji laboratorium ini, kami semakin yakin proses pengolahan di dapur kami berjalan profesional dan aman,” pungkasnya.
Namun, di tengah keyakinan itu, masih muncul pertanyaan: mengapa baru sekarang dilakukan pengujian menyeluruh? Program MBG telah lama digembar-gemborkan sebagai program unggulan untuk menekan angka gizi buruk dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, aspek pengawasan dan uji standar kebersihan tampak kurang terencana sejak awal.
Kalangan pemerhati kesehatan masyarakat menilai, jika pemerintah daerah serius memastikan keamanan pangan, seharusnya uji laboratorium menjadi bagian integral dan berkala dari sistem kontrol, bukan tindakan reaktif setelah muncul persoalan di daerah lain.
Keterlambatan inisiatif ini menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi dalam menjamin kualitas program publik yang menyentuh langsung kebutuhan dasar warga: makanan dan air bersih. Hasil uji laboratorium mungkin menenangkan sementara, tetapi tanpa sistem kontrol berkelanjutan, risiko serupa tetap mengintai di masa depan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan