SAMARINDA – Aktivasi kembali Regional Investment Relation Unit (RIRU) oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menuai sorotan. Langkah ini digadang-gadang menjadi gerbang utama investasi, namun di balik optimisme tersebut muncul sejumlah catatan kritis yang perlu dijawab agar tidak sekadar menjadi jargon tanpa hasil nyata.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, dalam High Level Meeting Regional Investor Relations Unit (HLM-RIRU) di Samarinda, Senin (29/09/2025), menekankan pentingnya RIRU sebagai portal utama investasi. “Unit Regional Investment Relation sebenarnya sudah dibentuk sejak 2015 di tingkat kabupaten, kota, hingga provinsi. Saya baru tahu kalau sekarang sudah diaktifkan kembali. Unit ini menjadi salah satu pintu utama, portal bagi para investor yang ingin masuk ke Kalimantan Timur, baik dari regional Kalimantan, nasional, maupun global,” ujarnya.
Meski demikian, kebijakan ini patut ditelaah lebih jauh. Sejak RIRU dibentuk hampir satu dekade lalu, publik nyaris tidak pernah mendengar evaluasi menyeluruh terkait kinerjanya. Apakah unit ini benar-benar efektif mendatangkan investasi atau sekadar menjadi wadah seremonial yang berulang kali dihidupkan kembali?
Rudy juga menyebut bahwa investor akan lebih mudah mendapatkan informasi peluang usaha melalui portal tersebut. Ia optimistis investasi akan masuk di berbagai sektor, mulai dari perindustrian hingga perikanan. Namun, tantangan terbesar justru ada pada ketersediaan tata ruang dan kepastian hukum lahan. “Jika RTRW atau RDTR tidak jelas, maka investasi tidak akan masuk ke Kaltim,” tegasnya.
Pernyataan ini sekaligus mengungkap kelemahan mendasar: tanpa dokumen tata ruang yang rampung, investasi hanya berhenti pada wacana. Banyak kasus sengketa lahan, konflik masyarakat adat, hingga persoalan lingkungan yang sering kali menjadi penghambat proyek besar. Jika masalah ini tidak diselesaikan, portal investasi secanggih apa pun tidak akan banyak berguna.
Gubernur menambahkan, “Ketersediaan lahan siap tawar akan meningkatkan daya tarik investasi di daerah kita.” Kalimat tersebut menggambarkan realitas bahwa investasi membutuhkan kepastian lokasi bebas dari konflik. Sayangnya, hingga kini penyelesaian RTRW maupun RDTR di banyak kabupaten/kota masih berjalan lambat.
RIRU juga dinilai belum menyentuh aspek pemerataan. Selama ini investasi lebih banyak terkonsentrasi di wilayah tertentu, sementara daerah lain masih tertinggal. Tanpa strategi distribusi yang jelas, kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan memperlebar kesenjangan antarwilayah.
Aktivasi kembali RIRU memang membuka peluang baru, tetapi publik berhak meminta kejelasan: bagaimana pemerintah memastikan investasi tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, melainkan juga memberi manfaat riil bagi masyarakat luas? Tanpa jawaban konkret, RIRU berisiko menjadi pintu besar yang megah, tetapi tidak pernah benar-benar terbuka bagi rakyat Kaltim.[]
Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan