“Aku Sayang Emak” Jeritan Terakhir Euis

PONTIANAK – Duka mendalam keluarga besar almarhumah Euis Karlina Saputri (18), siswi SMK asal Pontianak yang tewas akibat tabrak lari mobil Avanza putih di Jalan Sungai Duri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang, belum juga terobati. Di balik air mata keluarga, tersisa pertanyaan besar: sampai kapan kasus tabrak lari dibiarkan tanpa kejelasan hukum?

Hari Sabtu, 11 Oktober 2025 sore, yang semestinya penuh tawa dan semangat muda, justru berubah menjadi kabar duka. Euis, siswi yang dikenal ceria dan rajin, meregang nyawa di jalan umum yang seharusnya aman bagi pengendara. “Mak, aku mau ke Singkawang,” begitu kata terakhir Euis kepada ibunya. Tak ada yang menyangka izin sederhana itu menjadi perpisahan terakhir.

Abang sepupu korban, Beni, masih mengingat jelas percakapan terakhir itu. “Padahal mamaknya udah melarang secara halus. Tapi dia jawab, ‘Kapan lagi Mak, aku ngumpul sama kawan-kawan aku,’” ucapnya lirih di rumah duka, Senin, (13/10/2025).

Namun di balik kisah pilu keluarga, publik menyoroti lambannya penanganan kasus tabrak lari di wilayah hukum Bengkayang. Mobil Avanza putih yang menjadi penyebab maut itu dikabarkan langsung kabur sesaat setelah menabrak korban. Hingga kini, polisi disebut masih memburu pelaku, tapi hasil penyelidikan belum juga terang.

Tragedi ini menambah daftar panjang korban tabrak lari yang kerap berujung tanpa kepastian hukum. Masyarakat bertanya-tanya: mengapa pengawasan di jalan raya masih begitu lemah, dan di mana tanggung jawab moral pengemudi yang meninggalkan korban begitu saja?

Sebelum kejadian, menurut Beni, Euis sempat menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa. Ia tampil sederhana di hari terakhir sekolah, tanpa make up seperti biasanya. Sang ibu bahkan mengaku sempat memiliki firasat buruk. “Mamak udah punya firasat. Hari Jumat itu dia kasih air itu ke Euis. Tapi mamak gak berani bilang apa-apa karena takut mendahului,” kenangnya.

Beberapa jam sebelum maut menjemput, Euis sempat berkata kepada temannya, “Aku mau salat dulu. Aku rindu sama emak aku, aku sayang sama emak ku.” Kalimat yang kini terdengar seperti doa perpisahan.

Euis dikenal ramah, disukai banyak teman, dan aktif di sekolah. Ratusan pelayat memadati rumah duka, seolah menegaskan betapa besar kehilangan yang ditinggalkannya. “Sampai surau penuh waktu disholatkan. Ambulans dari Sungai Duri pun sampai lima. Itu karena dia orang baik, banyak yang sayang sama dia,” tutur Beni.

Namun di balik linangan air mata, keadilan untuk Euis masih menggantung. Masyarakat berharap polisi tidak hanya “memburu pelaku”, tapi benar-benar menuntaskan kasus ini hingga tuntas. Sebab, nyawa manusia bukan sekadar angka dalam laporan kecelakaan.

Tragedi Euis seharusnya menjadi alarm bagi penegak hukum dan pemerintah daerah agar lebih serius menjamin keselamatan publik di jalan raya. Kecelakaan bukan hanya takdir  tapi sering kali akibat kelalaian dan lemahnya pengawasan.

“Dia anak baik, penuh kasih, dan selalu bikin orang di sekitarnya bahagia. Tuhan lebih sayang dia,” tutup Beni pelan. Namun bagi publik, cinta Tuhan tak boleh dijadikan alasan untuk menutup mata terhadap kelalaian manusia. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com