Amarah Publik Nepal Meledak, Korban Jiwa Tembus 72

NEPAL – Gelombang demonstrasi antikorupsi di Nepal memasuki fase paling mematikan setelah pemerintah mengonfirmasi 72 orang tewas dan 191 lainnya masih dirawat akibat bentrokan yang pecah sejak awal September. Angka itu diumumkan Sekretaris Utama Pemerintah Eaknarayan Aryal pada Minggu (14/09/2025).

“72 orang telah meninggal dunia, dan 191 orang sedang dalam perawatan,” kata Aryal dalam pernyataannya yang dikutip dari AFP.

Aksi protes yang dipelopori generasi muda, terutama kelompok Gen Z, bermula pada Jumat (05/09/2025). Mereka turun ke jalan menuntut pemerintahan Perdana Menteri KP Sharma Oli bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang merajalela. Ketidakpuasan masyarakat kian membesar karena kesenjangan antara gaya hidup elite politik dengan kondisi rakyat yang menghadapi keterpurukan ekonomi.

Foto-foto keluarga pejabat menikmati kemewahan di media sosial menjadi pemicu tambahan kemarahan publik. Situasi itu seolah mempertegas jurang antara rakyat dengan penguasa.

Selain itu, kasus lama juga kembali menyeruak. Salah satunya skandal pengadaan pesawat Airbus pada 2017, ketika Nepal Airlines membeli dua unit A330 berbadan lebar. Proyek tersebut dituding sarat penyimpangan dan menimbulkan kerugian besar bagi negara.

Amarah massa akhirnya memuncak. Gedung parlemen, kantor badan antikorupsi, Mahkamah Agung, hingga kantor polisi tidak luput dari amukan. Sejumlah kediaman pejabat, termasuk rumah presiden dan perdana menteri, juga diserang, dijarah, bahkan dibakar.

Gelombang protes ini dinilai sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah modern Nepal. Bukan hanya karena jumlah korban yang tinggi, tetapi juga karena peran generasi muda yang menuntut perubahan radikal. Generasi ini menuntut tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik nepotisme.

Pemerintah Nepal saat ini menghadapi tekanan besar, baik dari dalam negeri maupun dari komunitas internasional, untuk meredakan krisis. Namun, upaya mengendalikan keadaan terhambat oleh besarnya ketidakpercayaan publik terhadap institusi negara.

Pengamat politik menilai, jika gelombang protes ini tidak segera direspons dengan reformasi nyata, Nepal berisiko mengalami instabilitas jangka panjang. Rakyat yang merasa kecewa bisa semakin sulit diyakinkan, sementara kerugian material akibat kerusuhan terus meningkat.

Kondisi di Nepal menjadi peringatan keras bagaimana akumulasi kekecewaan publik terhadap praktik korupsi dan kesenjangan sosial dapat meledak menjadi krisis politik yang mengancam stabilitas negara. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com