Anak Beruang Mati Terjerat, Induknya Mengamuk di Tanah Bumbu

TANAH BUMBU – Seekor anak beruang ditemukan mati setelah terjerat perangkap babi hutan di wilayah Desa Pulau Salak, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Peristiwa ini menimbulkan keprihatinan di kalangan petugas konservasi, terutama karena perangkap tersebut secara tidak langsung membahayakan satwa dilindungi.

Induk beruang yang kehilangan anaknya dilaporkan terlihat mondar-mandir di sekitar lokasi penemuan dengan menunjukkan perilaku agresif. Fenomena ini memunculkan kekhawatiran terhadap potensi konflik satwa dengan manusia, mengingat lokasi kejadian tidak jauh dari permukiman warga.

Koordinator Penanganan Konflik Satwa Liar Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan Wilayah III Batulicin, Jarot, membenarkan laporan tersebut. Ia menyampaikan bahwa informasi awal diperoleh dari petugas Daops Manggala Agni yang tengah melakukan patroli rutin di kawasan tersebut pada Sabtu (5/7).

“Saat tim BKSDA bergerak ke lokasi, satwa itu sudah mati sekitar pukul 16.15 Wita,” ujar Jarot.

Guna mencegah konflik lebih lanjut, BKSDA segera merespons dengan menyiapkan kandang jebakan untuk menangkap induk beruang yang masih diperkirakan berada di sekitar lokasi. Jika penangkapan berhasil dilakukan, induk beruang akan direlokasi ke habitat yang lebih aman dan jauh dari aktivitas manusia.

Selain upaya penangkapan, petugas juga telah memasang papan imbauan di sekitar area kejadian untuk memperingatkan warga agar tidak mendekati lokasi, terutama pada malam hari. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk mitigasi terhadap potensi gangguan atau serangan satwa liar, khususnya beruang madu yang dikenal aktif pada malam hari.

Jarot menjelaskan bahwa beruang madu termasuk jenis satwa pemakan tumbuhan yang secara alami hidup di kawasan hutan. Keberadaan mereka di dekat permukiman sering kali dipicu oleh terganggunya habitat atau kekurangan sumber makanan alami di hutan.

Ia juga mengingatkan warga agar lebih bijak dalam menghadapi kehadiran hewan liar. Penggunaan jerat atau perangkap yang dipasang untuk menghalau babi hutan dinilai bisa menimbulkan risiko besar terhadap satwa lain yang justru dilindungi.

“Jadi sebaiknya diganti dengan metode lain yang lebih aman,” katanya.

Pihak BKSDA berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih memahami pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan tidak melakukan tindakan yang bisa merugikan satwa liar, terutama yang statusnya dilindungi oleh undang-undang. Pemerintah daerah juga diharapkan dapat turut membantu dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai penanganan konflik dengan satwa liar secara lebih humanis dan aman.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
Verified by MonsterInsights
X