Anak Dibunuh, Ibunya Menyusul Mati

JAKARTA – Tragedi di Cilincing, Jakarta Utara, kini berubah menjadi duka berlapis. Seolah belum cukup dengan kepergian tragis anak perempuan berusia 11 tahun yang dibunuh dan dicabuli remaja 16 tahun, kini sang ibu turut berpulang di Indramayu, Jawa Barat, pada Kamis, (16/10/2025). Ia meninggal dunia dalam kondisi sakit, beberapa hari setelah kehilangan anak semata wayangnya.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Erick Frendiz membenarkan kabar duka tersebut. “Iya betul. Informasi yang kami dapatkan meninggal di Indramayu,” ujarnya saat dikonfirmasi. Polisi pun menyampaikan belasungkawa dan menegaskan komitmen untuk menuntaskan kasus yang mengguncang publik itu. “Kami turut berbelasungkawa dan berkomitmen akan memproses sampai tuntas kasus ini,” tegasnya.

Namun di balik penyelidikan hukum, tragedi ini memperlihatkan wajah gelap yang lebih dalam: kegagalan masyarakat dan negara dalam melindungi anak-anak baik dari kekerasan seksual maupun ketimpangan sosial yang menjadi pemicunya. Fakta bahwa pelaku adalah remaja berusia 16 tahun yang memiliki utang pada ibu korban menunjukkan bahwa kekerasan ini lahir bukan hanya dari kebejatan individu, tapi juga dari situasi sosial yang dibiarkan membusuk.

Kasus bermula pada Senin, 13 Oktober 2025, ketika pelaku mengajak korban dengan janji membelikan baju. “Jadi korban tuh kan diajak ke rumah pelaku tuh mau dibelikan baju,” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakut AKBP Onkoseno. Begitu tiba, pelaku langsung membekap korban, melilit lehernya dengan kabel hingga meninggal, lalu melakukan tindakan asusila terhadap jenazah.

Warga yang mengetahui kejadian itu sempat menghajar pelaku sebelum menyerahkannya ke polisi. Pelaku kini dijerat Pasal 80 dan 82 Undang-Undang Perlindungan Anak juncto Pasal 338 KUHP. Karena masih di bawah umur, proses hukum akan mengikuti mekanisme peradilan anak.

Namun banyak pihak menilai, hukum semacam itu kerap tumpul terhadap pelaku muda, sementara trauma korban dan keluarganya dalam kasus ini, bahkan berujung kematian tidak pernah benar-benar dipulihkan. Apalagi, pelaku diketahui memiliki utang yang berulang kali ditagih oleh ibu korban. “Dari hasil pemeriksaan, pelaku sempat ngutang ke ibunya korban. Sempat ditagih, tapi nggak bayar,” ujar Onkoseno.

Tragedi ini menampar nurani publik: anak-anak kini bukan hanya korban kekerasan, tapi juga pelaku akibat lingkungan yang keras, pendidikan yang rapuh, dan penegakan hukum yang lemah. Pertanyaannya, sampai kapan negara hanya bicara belasungkawa tanpa memastikan perlindungan nyata bagi anak-anak Indonesia? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com