PALANGKA RAYA – Satreskrim Polresta Palangka Raya mengungkap fakta mengejutkan di balik kasus perampokan di BRI Link Altea, Jalan Rajawali Induk, tepat di samping SMPN 3 Palangka Raya. Pelaku yang berinisial SU ternyata bukan hanya sekadar merencanakan aksi kriminal, tetapi juga hidup dalam tekanan utang dan konflik keluarga.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa SU memilih tidak pulang ke rumah usai melakukan perampokan. Ia justru tidur di sekitar lokasi BRI Link Altea dengan alasan takut menghadapi istri dan dikejar oleh rentenir. Situasi inilah yang mendorong pelaku semakin terdesak hingga akhirnya nekat melakukan tindak kejahatan.
Kanit Jatanras Polresta Palangka Raya, Iptu Helmi Hamdani, menjelaskan bahwa pelaku tidak serta-merta melakukan aksinya, melainkan sudah melakukan pengamatan terlebih dahulu.
“Selama tiga hari pelaku memantau untuk melihat waktu untuk beraksi dan ia sengaja memilih waktu pagi karena situasi relatif sepi,” kata Helmi didampingi Kasi Humas AKP Sukrianto, Jumat pagi (26/09/2025).
SU dikenal oleh tetangganya sebagai pria yang sudah lama menganggur dan memiliki banyak utang. Kondisi inilah yang kemudian menjadi motif utama di balik aksinya. “Itulah yang mendasari pelaku merencanakan pencurian untuk menutupi kebutuhan finansialnya,” beber Helmi.
Hasil rampokan senilai Rp13 juta tidak sepenuhnya dinikmati pelaku. Polisi mengungkapkan bahwa uang tersebut dipakai SU untuk membayar sebagian utang sekaligus menebus motor mertuanya di Pegadaian. Namun, saat penangkapan, hanya Rp500 ribu yang berhasil diamankan dari tangan pelaku. “Uang itu dipakai untuk membayar utang dan menebus motor mertuanya di Pegadaian,” tambah Helmi.
Aksi SU tidak berlangsung lama. Polisi berhasil membekuknya di rumahnya di Jalan Mutiara, Kelurahan Bukit Tunggal. Selain uang tunai, barang bukti lain yang disita yakni pakaian, helm, dan tiga unit ponsel yang digunakan saat beraksi.
Atas perbuatannya, SU dijerat Pasal 365 ayat 2 ke-4 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat. Ancaman hukuman yang menantinya cukup berat, yaitu maksimal 12 tahun penjara.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa faktor ekonomi kerap menjadi pemicu seseorang melakukan tindakan kriminal. Namun, aparat menegaskan bahwa kesulitan hidup tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan perbuatan yang merugikan orang lain. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan