SAMARINDA – Wali Kota Samarinda Andi Harun mengakui adanya kelalaian dalam pengawasan aktivitas pematangan lahan rencana perluasan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aji Muhammad Salehuddin (AMS) II di kawasan Sempaja. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mendukung langkah penangguhan sementara yang telah dilakukan tim teknis sebagai bentuk koreksi awal.
“Terus terang kami kecolongan untuk yang di Sempaja ini. Dan kami justru senang kemarin dilakukan penangguhan,” ujar Andi Harun kepada awak media usai menghadiri rembuk pentahelix di Cafe Bagios, Jalan KH Abdurrasyid, Samarinda, Kamis (18/12/2025).
Ia menjelaskan, proses administrasi perizinan pematangan lahan tersebut tidak berjalan sesuai prosedur yang semestinya. Sejumlah tahapan krusial tidak dilalui, mulai dari pembahasan substansi hingga pelibatan pejabat teknis terkait, termasuk koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Ini saya buka saja dan kelemahan kota, tidak apa-apa. Permohonan itu tidak diproses secara semestinya. Kepala bidang tidak dilibatkan, tidak ada rapat pembahasan substantif, BPBD tidak diundang,” kata orang nomor satu di Samarinda ini.
Selain persoalan prosedural, Andi Harun juga menyoroti aspek kebencanaan. Lokasi rencana perluasan RSUD AMS II diketahui berada di kawasan dengan tingkat risiko banjir menengah hingga tinggi berdasarkan peta kebencanaan yang dapat diakses publik. Dengan kondisi tersebut, izin pematangan atau pengurukan lahan seharusnya tidak serta-merta diberikan.
Berdasarkan pertimbangan itu, Pemkot Samarinda memilih melakukan penangguhan sementara agar pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dapat mengurus ulang perizinan sesuai ketentuan tata ruang dan persyaratan lingkungan yang berlaku.
“Makanya kemarin kami tangguhkan, supaya PUPR-Pera Provinsi mengurus ulang perizinan dan memenuhi syarat tata ruang serta pengelolaan lingkungan. Karena secara teknis, pembangunan masih dimungkinkan dengan syarat menggunakan struktur panggung atau tiang,” ungkap Andi Harun.
Ia juga mengungkapkan bahwa bangunan RSUD AMS Samarinda yang telah berdiri sebelumnya tidak sepenuhnya sesuai dengan izin awal. Dalam dokumen perizinan, bangunan diwajibkan menggunakan pondasi panggung, namun implementasinya di lapangan tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan tersebut.
Terkait tidak dibatalkannya izin secara langsung, Andi Harun menegaskan penangguhan dipilih sebagai langkah yang lebih proporsional. Pemerintah, kata dia, tetap memberi kesempatan kepada pihak terkait untuk memenuhi seluruh persyaratan sesuai prinsip tata ruang dan pengelolaan lingkungan.
“Tidak fair kalau saya bilang tidak boleh dibangun sama sekali, karena itu hak pihak yang bersangkutan. Tapi jenis bangunan dan kesesuaiannya dengan tata ruang wajib diikuti,” ujarnya.
Ia menambahkan, kawasan rawan bencana hidrometeorologi tidak dapat direkomendasikan untuk aktivitas penimbunan lahan. Oleh karena itu, perbaikan tata kelola lingkungan harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan melalui kolaborasi berbagai pihak.
“Upaya perbaikan, menurutnya, harus dilakukan bertahap dengan menjadikan kolaborasi pentahelix yakni pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, dan masyarakat sebagai gerakan nyata, bukan sekadar dokumen atau seremoni,” tutup Andi Harun. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Nursiah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan