SAMARINDA – Persoalan pengangguran di Kota Samarinda masih menunjukkan perbedaan mencolok antara laki-laki dan perempuan. Hal ini menjadi sorotan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Riska Wahyuningsih, yang menegaskan perlunya perempuan didorong lebih mandiri agar mampu berdaya di tengah budaya patriarki yang masih melekat.
Riska menanggapi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan di Samarinda pada tahun 2024 mencapai 6,97 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang berada di angka 5,01 persen. Jumlah angkatan kerja perempuan juga tercatat 162.626 orang, masih jauh di bawah angkatan kerja laki-laki yang mencapai 272.195 orang.
“Stigma itu memang masih ada. Tapi kenyataannya, banyak perempuan di Samarinda yang aktif bekerja, hanya saja sebagian besar bergerak di sektor pemerintahan, organisasi kemasyarakatan, atau pekerjaan paruh waktu,” ujar Riska saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Kamis (18/09/2025).
Menurutnya, tren pengangguran di Samarinda memang mengalami penurunan, namun kesenjangan gender tetap nyata. Faktor budaya yang menganggap perempuan tidak perlu bekerja setelah menikah masih menjadi tantangan besar.
Riska menegaskan bahwa banyak kader perempuan sebenarnya sudah mandiri. Namun, keterbatasan lapangan kerja yang sesuai dengan minat dan kualifikasi membuat sebagian dari mereka belum dapat terserap dunia kerja.
“Kalau perempuan belum bekerja, bukan karena mereka tidak mau. Lebih karena mereka belum menemukan peluang usaha atau pekerjaan yang tepat. Jadi saya kurang sepakat kalau dikatakan perempuan penyumbang terbesar dalam angka pengangguran,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan perempuan dalam organisasi kemasyarakatan, terutama PKK, yang berfokus pada pemberdayaan keluarga. Dengan aktif dalam komunitas dan kegiatan sosial, perempuan dapat menunjukkan perannya secara nyata dalam pembangunan.
“Ajakannya sederhana, ayo kita sama-sama aktif membangun Samarinda melalui organisasi, komunitas, maupun kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Karena saya lihat justru perempuan di lapangan jauh lebih aktif dibandingkan laki-laki,” pungkasnya.
Melalui langkah ini, diharapkan kesenjangan gender dalam dunia kerja di Samarinda bisa ditekan. Perempuan bukan hanya tercatat sebagai angka dalam data statistik, melainkan juga menjadi motor penggerak pembangunan kota yang lebih mandiri, berdaya, dan sejahtera. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan