Angkot Sangatta Terancam Punah

KUTAI TIMUR — Keberadaan angkutan kota (angkot) di Sangatta memasuki masa paling kritis dalam 20 tahun terakhir. Moda transportasi yang pernah menjadi pilihan utama warga kini kian sulit ditemukan di jalanan, tersisih oleh maraknya penggunaan kendaraan pribadi yang terus meningkat setiap tahun. Perubahan pola mobilitas masyarakat tersebut menciptakan tekanan yang signifikan terhadap keberlangsungan angkot sebagai layanan transportasi publik.

Kondisi memprihatinkan ini turut diakui Dinas Perhubungan (Dishub) Kutai Timur. Kepala Seksi Lalu Lintas Dishub Kutim, Zulkarnain, menjelaskan bahwa penurunan jumlah armada sudah berlangsung lama dan kini mencapai titik yang mengkhawatirkan.

“Angkot di sini hampir punah. Masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi daripada angkutan umum,” ujarnya, menggambarkan fenomena yang selama ini banyak dikeluhkan sopir dan pengusaha angkot, Sabtu (29/11/2025).

Meski demikian, sebagian pelajar di sejumlah sekolah masih mengandalkan angkot sebagai sarana pergi-pulang belajar. Aturan larangan membawa kendaraan pribadi bagi siswa membuat angkot masih memiliki peran penting dalam mobilitas kelompok tertentu. Namun tanpa pembenahan layanan maupun dukungan nyata pemerintah daerah, ketergantungan itu tak cukup kuat untuk mempertahankan keberadaan angkot dalam jangka panjang.

Menurut Zulkarnain, tekanan terhadap armada angkot semakin berat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), antrean panjang di SPBU, serta persaingan ketat dengan transportasi berbasis aplikasi. “BBM naik, antrean panjang, kendaraan pribadi makin mudah dibeli. Belum lagi hadirnya ojek online. Masyarakat akhirnya malas menggunakan angkot,” jelasnya.

Persoalan yang dihadapi angkot bukan hanya terkait operasional semata. Minimnya kebijakan pro-transportasi publik, tiadanya insentif untuk peremajaan kendaraan, hingga trayek yang tidak diperbarui membuat sistem angkutan kota semakin tertinggal. Tanpa intervensi struktural, upaya penyelamatan angkot menjadi semakin sulit dilakukan.

Jika tren penurunan ini terus berlanjut, Sangatta berpotensi menjadi kota tanpa transportasi publik yang memadai. Dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat melalui peningkatan biaya mobilitas, kemacetan yang makin sering terjadi, serta tingginya emisi dari kendaraan pribadi. Angkot yang dahulu menjadi tulang punggung mobilitas warga kini berada di ambang kepunahan, sementara langkah antisipasi yang konkret dari pemerintah daerah masih belum tampak. []

Admin04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com