KAPUAS – Alih-alih menurun, angka kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Kapuas justru menunjukkan betapa lemahnya pencegahan dan kesiapsiagaan di tingkat daerah. Kecamatan Mantangai menjadi contoh paling nyata: wilayah terluas ini kembali menjadi titik panas utama di Kalimantan Tengah tahun 2025.
Data dari SiPongi dan Posko Krisis Karhutla Provinsi Kalteng mencatat, total kebakaran di Kapuas mencapai 457,11 hektare, menjadikannya daerah dengan lahan terbakar terluas di provinsi ini. Ironisnya, sebagian besar terjadi di wilayah bergambut yang seharusnya sudah menjadi fokus mitigasi sejak bertahun-tahun lalu.
Kepala Pelaksana BPBD Kapuas, Pangeran S. Pandiangan, mengakui bahwa kebakaran terbesar terjadi di Kecamatan Mantangai. “Tertinggi di Kecamatan Mantangai seluas 132,69 hektare, disusul Kecamatan Dadahup 62,9 hektare, dan Kapuas Murung 44 hektare,” jelasnya, Minggu (19/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa struktur tanah di Mantangai yang hampir seluruhnya bergambut membuat kebakaran sulit dikendalikan. “Mantangai adalah wilayah terluas di Kabupaten Kapuas dan struktur tanahnya hampir seluruhnya bergambut, sehingga jika terjadi kebakaran sulit terpantau dan apinya menjalar di lapisan tanah bergambut,” ujarnya.
Namun, di balik penjelasan teknis itu, publik mulai mempertanyakan: sampai kapan alasan klasik seperti “akses sulit” dan “minim sumber air” terus menjadi dalih? “Kita kesulitan menuju lokasi karena tidak ada akses darat. Sumber air juga sangat sulit didapatkan. Bayangkan kalau ada kebakaran, kita harus melewati beberapa kabupaten untuk menuju lokasi,” katanya.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa persoalan karhutla di Kapuas bukan hanya soal alam, tetapi juga soal kebijakan dan kesiapan infrastruktur yang tak kunjung diperbaiki. Tanpa jalur akses permanen, tanpa titik air strategis, dan dengan sumber daya terbatas, kebakaran nyaris tak terelakkan setiap musim kemarau.
Meski BPBD berencana memperkuat sinergi lintas sektor dan menggencarkan sosialisasi, langkah itu terdengar seperti pengulangan janji tahunan. “Maka tahun depan, kita perkuat sinergi, kerja sama, dan koordinasi di tiga kecamatan tersebut,” ujarnya.
Masyarakat setempat tentu berharap bukan hanya sinergi di atas kertas, melainkan tindakan konkret membangun kanal penahan api, pos pemantauan tetap, dan sistem tanggap darurat yang siap siaga sebelum asap mengepung. Tanpa itu semua, setiap tahun Kapuas hanya akan mengulang kisah yang sama: terbakar, menyesal, lalu berjanji. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan