AMERIKA SERIKAT – Langkah Amerika Serikat yang menjatuhkan sanksi terhadap empat hakim Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Kamis (5/6) memicu sorotan tajam dari komunitas internasional. Sanksi tersebut diberikan setelah para hakim terlibat dalam keputusan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Keempat hakim yang seluruhnya perempuan itu kini dilarang memasuki wilayah AS. Selain itu, seluruh aset dan kepentingan mereka yang berada di negara tersebut turut diblokir oleh otoritas setempat.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, membela kebijakan ini dengan dalih perlindungan terhadap sekutu strategis. “Amerika Serikat akan mengambil tindakan yang kami anggap perlu untuk melindungi kedaulatan kami, kedaulatan Israel, dan sekutu AS lainnya dari tindakan tidak sah oleh ICC,” kata Rubio dalam pernyataan resminya.
Ia juga menambahkan, “Saya menyerukan kepada negara-negara yang masih mendukung ICC, yang kebebasannya sering dibeli dengan mengorbankan Amerika, untuk melawan serangan memalukan ini terhadap negara kami dan Israel.”
Namun, sikap Amerika ini dianggap kontroversial karena menempatkan dukungan politik di atas keadilan internasional. Keputusan ICC atas Netanyahu didasarkan pada dugaan kejahatan perang yang dilakukan selama agresi militer Israel di Gaza, termasuk penggunaan kelaparan sebagai metode peperangan.
Dua dari hakim yang dikenai sanksi, Beti Hohler dari Slovenia dan Reine Alapini-Gansou dari Benin, terlibat dalam proses hukum yang mengeluarkan surat perintah penangkapan Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, pada November lalu. ICC menyatakan bahwa terdapat “alasan yang wajar” untuk meminta pertanggungjawaban keduanya.
Sementara itu, dua hakim lainnya, Luz del Carmen Ibanez Carranza dari Peru dan Solomy Balungi Bossa dari Uganda, ikut dalam keputusan untuk menyetujui penyelidikan atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan pasukan Amerika di Afghanistan.
Meskipun Amerika Serikat dan Israel bukan pihak dalam Statuta Roma landasan hukum pembentukan ICC mayoritas sekutu AS seperti Jepang, Korea Selatan, serta sejumlah negara di Amerika Latin dan Afrika merupakan anggota aktif. Oleh karena itu, mereka diwajibkan untuk menangkap individu yang ditetapkan ICC sebagai tersangka jika memasuki wilayah mereka.
Langkah AS ini memunculkan kekhawatiran tentang campur tangan politik terhadap lembaga peradilan internasional dan memperkuat persepsi adanya standar ganda dalam penegakan hukum internasional. []