BANJARMASIN – Kisah cinta segitiga yang berakhir tragis di Banjarmasin Barat kembali menampar nalar publik. Di balik 30 adegan rekonstruksi yang diperagakan di halaman Polsek Banjarmasin Barat pada Senin (13/10/2025) siang, terkuak potret buram bagaimana emosi dan dendam bisa melumpuhkan akal sehat bahkan sebelum hukum sempat bicara.
Tersangka, Yusreza Praditama (25), warga Jalan Tanjung Berkat Ujung RT 18, memperagakan sendiri bagaimana ia mengakhiri hidup Mahmud (28), warga Gang Perjuangan. Sementara sang perempuan yang menjadi pusat kisah, Puput, juga hadir di lokasi dan memerankan dirinya sendiri. Cinta dan darah seolah bertemu dalam satu panggung yang disaksikan aparat dan publik.
Rekonstruksi berlangsung dengan penjagaan ketat. Namun yang lebih menarik perhatian bukan hanya jumlah adegan yang mencapai 30, melainkan bagaimana rekonstruksi ini memperlihatkan sisi kelam dari relasi sosial muda-mudi di tengah kota.
Menurut keterangan Kanit Reskrim Polsek Banjarmasin Barat, Iptu Indra Permadi, cekcok maut itu terjadi pada Jumat, 19 September 2025, sekitar pukul 23.30 WITA di rumah Puput, Gang Silaturahmi, Jalan Tanjung Berkat. “Tersangka sempat dipukul korban menggunakan tangan kosong, lalu korban mencabut pisau dari pinggang dan menyerang tersangka,” ujar Indra mengutip keterangan dari Kompol M. Noor Chaidir.
Namun, setelah berhasil merebut pisau, Yusreza justru menikam balik Mahmud berkali-kali di bagian dada dan bahu. Perkelahian itu berakhir dengan kematian Mahmud di RSUD Sultan Suriansyah. “Total ada 30 adegan dalam rekonstruksi. Semuanya memperjelas rangkaian peristiwa hingga korban meninggal dunia,” kata Indra.
Usai kejadian, bukannya menyerahkan diri, Yusreza justru kabur bersama Puput ke kawasan Pematang Gambut, Kabupaten Banjar. Ia bahkan sempat dirawat di rumah sakit yang sama dengan korban, sebelum akhirnya menghilang dan menyerahkan diri dua hari kemudian dengan diantar ibunya, Siti Bulkis.
Pihak kepolisian menyatakan rekonstruksi dilakukan di halaman Mapolsek untuk alasan keamanan. “Rekonstruksi digelar di halaman Mapolsek untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jika dilakukan di lokasi kejadian,” pungkas Indra.
Namun, di balik pernyataan resmi itu, publik bertanya: di mana fungsi pencegahan, penyuluhan, atau edukasi sosial yang seharusnya mencegah tragedi seperti ini? Ketika pertikaian asmara lebih cepat menyulut kematian daripada kehadiran aparat, masyarakat seakan dipaksa menonton bagaimana rasa cemburu kembali menang atas nalar dan hukum. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan