MANILA – Badai tropis Bualoi yang menerjang Filipina tengah sejak Jumat (26/9) menambah daftar panjang bencana hidrometeorologi yang menimpa negara kepulauan itu sepanjang 2025. Hingga Sabtu (27/09/2025), otoritas penanggulangan bencana mencatat sedikitnya 11 orang meninggal dunia, sementara 14 lainnya masih dinyatakan hilang.
Lebih dari 200 ribu warga terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke pusat-pusat evakuasi akibat dampak badai. Ribuan rumah mengalami kerusakan, mulai dari atap yang terhempas angin kencang hingga bangunan yang terendam banjir.
Pulau Biliran menjadi wilayah yang terdampak paling parah. Dari pulau kecil ini, delapan orang dilaporkan tewas dan dua orang hilang. Situasi diperburuk oleh banjir meluas serta akses transportasi yang terganggu karena sejumlah jalan utama masih terendam air.
“Terjadi banjir yang meluas dan beberapa jalan masih terendam air pada pagi hari ini,” kata pejabat bencana, Noel Lunglay, kepada AFP. Ia menambahkan, cuaca berangsur membaik dan sebagian pengungsi mulai kembali ke rumah masing-masing.
Bualoi datang hanya beberapa hari setelah Topan Super Ragasa menghantam Filipina utara dan menewaskan 14 orang. Kondisi ini membuat masyarakat semakin sulit pulih, mengingat banyak wilayah sebelumnya sudah porak-poranda akibat topan tersebut.
Bualoi sendiri bergerak ke arah Laut China Selatan dengan kekuatan angin mencapai 120 kilometer per jam. Otoritas cuaca Filipina melaporkan badai ini diperkirakan akan melintas ke lepas pantai Vietnam pada Minggu (28/9) sore.
Dengan jalur yang ditempuh, badai Bualoi juga menimbulkan kekhawatiran negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, termasuk Vietnam yang tengah bersiap menghadapi dampaknya.
Filipina dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap badai tropis. Setiap tahun, rata-rata 20 badai dan topan melintasi wilayah ini. Situasi tersebut membuat sistem peringatan dini dan mitigasi bencana menjadi aspek vital untuk meminimalisir korban jiwa maupun kerugian material.
Ilmuwan telah berulang kali mengingatkan bahwa perubahan iklim global akan memperburuk kondisi ini. Pemanasan suhu Bumi berpotensi meningkatkan intensitas badai di kawasan Pasifik barat. Dengan kata lain, meskipun jumlah badai tidak selalu bertambah, daya rusaknya bisa semakin besar.
Bagi masyarakat Filipina, badai bukan sekadar ancaman sementara. Setiap kali bencana datang, selalu muncul persoalan baru berupa keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar seperti air bersih, pangan, dan layanan kesehatan. Ribuan pengungsi harus bertahan hidup dalam kondisi minim, sementara risiko penyakit menular kerap meningkat di lokasi pengungsian.
Pemerintah Filipina pun dihadapkan pada tantangan besar untuk mempercepat pemulihan infrastruktur vital, termasuk listrik, jalan, dan jaringan komunikasi. Tanpa langkah cepat, warga yang terdampak bisa terjebak dalam lingkaran kesulitan yang panjang.
Tragedi yang ditinggalkan Bualoi menjadi pengingat bahwa Filipina perlu memperkuat strategi mitigasi berbasis komunitas, membangun fasilitas evakuasi yang tahan bencana, serta memperluas edukasi publik mengenai kesiapsiagaan menghadapi badai. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan