Bangunan Megah di Tengah Hutan, Ongkos ke Sana Bikin Kantong Jebol!

NUNUKAN — Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Labang di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kini menjadi sorotan publik nasional. Bangunan megah yang berdiri di tengah hutan lebat itu disebut sebagai simbol “kemewahan yang terisolasi”. Ironinya, meski sudah diresmikan dan beroperasi sejak Oktober 2024, PLBN ini belum memiliki akses jalan darat menuju lokasi.

Akibatnya, biaya perjalanan menuju PLBN yang seharusnya menjadi wajah Indonesia di perbatasan dengan Malaysia itu bisa mencapai Rp7 juta sekali jalan.

Administrator PLBN Labang, Siprianus Padapili, mengungkapkan bahwa hingga kini satu-satunya akses transportasi menuju PLBN hanya melalui jalur sungai menggunakan perahu longboat. Kondisi ini membuat masyarakat dan petugas di sana menghadapi tantangan luar biasa setiap kali harus keluar masuk wilayah Labang.

“Masyarakat yang mau ke Malaysia atau masyarakat Labang, itu sangat kesulitan apabila mereka mau berpergian. Karena yang pertama akses jalan tidak ada. Satu-satu akses ialah perahu longboat,” ujar Siprianus, Senin (10/11/2025) pagi.

Biaya transportasi pun melambung tinggi. Untuk satu kali perjalanan dari Labang ke Mansalong, ibu kota kecamatan, warga harus menyiapkan bahan bakar dalam jumlah besar. “Satu kali perjalanan, misalnya saya dari Labang mau belanja ke Mansalong, berarti saya harus menyiapkan BBM itu sekitar 200 sampai 300 liter,” jelasnya. “Itu kalau kita akumulasi ke harga nilainya, itu dia sekitar 2 sampai 3 juta,” tambahnya.

Namun, bagi warga yang tidak memiliki perahu pribadi, biaya perjalanan justru bisa berkali-kali lipat. Mereka terpaksa menyewa atau mencarter perahu khusus dengan tarif yang fantastis. “Misalnya kita dari Mansalong ya, mau ke sini, berarti kita harus siap uang sekitar Rp3 juta. Bahkan kalau kita mau carter perahu itu bisa sampai Rp5–7 juta,” ungkapnya.

PLBN Labang sejatinya dibangun untuk memperkuat pengawasan perbatasan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga di kawasan paling utara Kalimantan ini. Namun, tanpa dukungan infrastruktur dasar seperti jalan darat, kemegahan bangunan tersebut seolah kehilangan maknanya.

Bangunan PLBN dilengkapi fasilitas lengkap mulai dari kantor administrasi, area pemeriksaan lintas batas, hingga mess petugas. Tapi semua itu nyaris tak berarti jika warga dan pegawai sulit menjangkaunya.

Kini, PLBN Labang lebih dikenal sebagai “pos megah di tengah hutan sunyi”. Warga berharap pemerintah segera membuka akses jalan darat agar daerah perbatasan tidak lagi menjadi wilayah yang tertinggal di balik kemegahan proyek nasional. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang bisa memberikan informasi untuk masyarakat terkait ada bangunan megah di tengah hutan ini?” pungkas Siprianus.

PLBN yang seharusnya menjadi simbol kebanggaan, kini berubah menjadi pengingat bahwa pembangunan tak akan berarti tanpa akses nyata bagi rakyatnya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com