PALANGKA RAYA – Persoalan banjir yang terus berulang di Desa Hanjalipan, Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), kembali menjadi perhatian publik. Desa ini hampir setiap tahun mengalami genangan yang berdampak langsung pada kehidupan warga. Aktivitas sehari-hari pun kerap lumpuh, bahkan perahu kecil atau klotok menjadi alat transportasi utama untuk berpindah di dalam desa.
Tidak hanya rumah warga yang terendam, fasilitas umum termasuk sekolah dasar juga tak luput dari dampaknya. Kondisi ini menambah kesulitan bagi anak-anak yang tetap harus bersekolah meski lingkungan sekitar mereka dikepung banjir.
Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Sutik, yang berasal dari daerah pemilihan Kotawaringin Timur dan Seruyan, menilai bahwa banjir di Hanjalipan bukan sekadar peristiwa tahunan, melainkan sudah menjadi fenomena yang membudaya. “Pemerintah daerah sudah berupaya merelokasi masyarakat, tapi mereka tidak mau,” ujar Sutik, Kamis (02/10/2025).
Ia menambahkan, warga enggan dipindahkan karena merasa sudah menyatu dengan lingkungan sungai. Selain itu, lahan relokasi yang ditawarkan dinilai terlalu jauh dari sumber kehidupan mereka. “Kalau banjir pun mereka sudah terbiasa, hampir tiap rumah punya klotok (perahu kecil). Jadi upaya relokasi tidak berhasil,” lanjutnya.
Sutik menegaskan bahwa solusi permanen untuk mengatasi masalah ini memang sulit diwujudkan. Menurutnya, sikap warga yang menolak pindah membuat pemerintah hanya bisa memberikan penanganan darurat ketika banjir datang. “Kalau dipindah, masyarakat tidak mau. Paling hanya bantuan sembako, layanan kesehatan, dan kebutuhan darurat saat banjir,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, menyampaikan bahwa puncak ketinggian air terjadi pada 17 September 2025. Jalan poros desa sepanjang sekitar dua kilometer terendam dengan ketinggian antara 30 hingga 60 sentimeter.
“Sejak tanggal 14 sampai dengan 25 September kemarin, banjir masih merendam empat RT di Desa Hanjalipan. Dua RT yaitu RT 1 dan RT 4 paling dalam, sementara RT 2 dan RT 3 bervariasi,” jelas Multazam, Jumat (27/09/2025).
Meski demikian, ia menegaskan bahwa jumlah rumah yang benar-benar terendam masih relatif terbatas. Namun, kondisi jalan utama yang tergenang tetap menyulitkan aktivitas harian masyarakat.
Bagi DPRD Kalimantan Tengah, kasus banjir berulang ini menjadi catatan penting untuk mencari solusi yang lebih kreatif dan aplikatif. Meski relokasi sulit diterima, kebutuhan infrastruktur tanggul atau kanal alternatif mulai mengemuka sebagai opsi jangka panjang. Harapannya, warga Desa Hanjalipan tidak terus-menerus terjebak dalam siklus banjir musiman yang merugikan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan