SAMARINDA – Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Produk hukum daerah Tahun 2025 dalam rangka pembinaan, pembentukan dan optimalisasi implementasi produk hukum daerah dihadiri Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Baharuddin Demmu, pada Senin (20/01/2025).
Setelah mengikuti Rakornas yang diselenggarakan di Pendopo Odah Etam, kompleks kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, ia menyatakan bahwa banyak Peraturan Daerah (Perda) yang telah disahkan, sehingga kemungkinan ada Perda yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini.
“Sebenarnya itu memang banyak produk hukum daerah sekarang sudah diterbitkan, tapi menjadi masalah karena banyak produk-produk itu tidak berfungsi,” tutur politisi Partai Amanah Nasional (PAN) ini.
Dia menyatakan bahwa pihaknya sangat mendukung usulan Direktur Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar setiap daerah dapat melakukan identifikasi terhadap produk Perda yang masih berlaku atau relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.
“Kami menyambut baik apa yang disampaikan Direktur Ditjen Otda Kemendagri bahwa itu perlu dievaluasi siapa tahu di antara produk-produk hukum daerah itu ada yang sudah tidak mampu berlaku lagi,” kata Demmu, sapaan akrabnya ini.
Demmu melanjutkan, sebagai Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, ia akan mengajak anggota dewan untuk mengusulkan Perda yang perlu diubah karena sudah tidak relevan lagi dengan kondisi masyarakat dan akan menggandeng akademisi yang ada di Kaltim.
“Bapemperda akan melakukan evaluasi itu dan bentuk evaluasinya adalah harus melibatkan akademisi akademisi untuk bersama-sama mengevaluasi karena kalau Bapemperda sendiri tidak memiliki keahlian,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Kutai Kartanegara ini.
Demmu juga meminta Gubernur dan biro hukum Provinsi untuk membatalkan Perda yang sudah tidak berlaku serta memberikan contoh Perda No 10 Tahun 2012 yang sudah tidak lagi dipatuhi oleh masyarakat atau pelaku usaha.
“Kami minta Gubernur untuk dicabut misalnya ini yang paling sering dikritik orang Perda nomor 10 tahun 2012 jalan umum yang tidak boleh dilewati oleh angkutan sawit dan batubara, tapi nyatanya di jalan umum saja mereka lewat dan mungkin di depan kantor Gubernur itu lewat,” tutup Demmu. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita