PALANGKA RAYA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipidter Bareskrim Polri) tengah mendalami kasus dugaan aktivitas pertambangan mineral bukan logam tanpa izin yang dilakukan oleh pihak swasta di wilayah Kalimantan Tengah. Komoditas yang menjadi sorotan dalam perkara ini adalah pasir Zirkon, yang dikategorikan sebagai mineral bukan logam jenis tertentu.
Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin, selaku Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, mengungkapkan di Jakarta pada Senin (04/08/2025) bahwa satu orang telah dilaporkan dalam penyidikan awal. Ia menyebut nama Marcel Sunyoto sebagai pihak yang diduga bertanggung jawab dalam kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
“Terlapor sementara ada satu orang atas nama Marcel Sunyoto, Direktur PT Karya Res Lisbeth Mineral,” ujarnya.
Hingga kini, kepolisian belum mengungkap secara rinci bagaimana proses awal terbongkarnya kasus tersebut, termasuk lokasi tambang dan jangka waktu operasi yang dilakukan. Namun, penyidik dikabarkan sedang berkoordinasi dengan para ahli pertambangan dan instansi terkait guna memperdalam hasil penyelidikan yang telah dikumpulkan.
“Pekan ini gelar penetapan tersangka,” imbuh Nunung sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara.
Tindakan yang disangkakan kepada terlapor mengacu pada Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal-pasal tersebut memuat ketentuan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin resmi, serta mereka yang terlibat dalam kegiatan distribusi dan pemanfaatan hasil tambang ilegal.
Sorotan terhadap aktivitas tambang Zirkon ilegal ini mencuat setelah beredarnya surat pembatalan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahap operasi produksi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Tengah. Surat tersebut diterbitkan berdasarkan hasil evaluasi atas pelaksanaan usaha pertambangan mineral bukan logam yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan, termasuk PT Karya Res Lisbeth Mineral.
Dalam ketentuan hukum yang berlaku, setiap individu atau badan usaha yang menjalankan kegiatan pertambangan tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dapat dikenakan sanksi pidana. Hukuman maksimal yang diatur dalam Pasal 158 berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Seiring dengan proses hukum yang berjalan, penyidik terus mendalami dugaan pelanggaran yang dilakukan dalam kegiatan eksploitasi Zirkon tersebut. Penyelidikan ini juga membuka kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam aktivitas pertambangan yang tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan