Bawaslu Kalsel Siapkan Kader Pengawas Jelang Pemilu 2029

PONTIANAK — Suasana Car Free Day (CFD) di depan Ayani Megamal, Pontianak, Minggu (15/6), tak hanya diwarnai aktivitas warga yang jogging atau bersepeda. Di salah satu sudut, kerumunan terlihat lebih riuh—bukan karena musik atau atraksi olahraga, melainkan karena kehadiran satwa eksotis yang tak biasa dijumpai di ruang publik.

Seekor ular python albino melingkar di leher seorang perempuan muda bernama Syifa (21). Awalnya hanya berniat menonton, rasa penasaran akhirnya mengalahkan rasa takutnya. “Saya sebenarnya takut ular,” ujarnya sambil tertawa setelah berpose dengan reptil tersebut. “Tapi melihat orang lain bisa, saya juga ingin mencoba.”

Setelah beberapa kali difoto, tangan Syifa yang semula gemetar mulai tenang. “Ternyata rasanya unik, antara takut dan penasaran ingin menyentuh kulitnya,” katanya dengan senyum lega.

Di balik atraksi ini berdiri komunitas Independent Exotic Pets (IEP), kelompok penggiat satwa eksotik yang rutin hadir di CFD setiap akhir pekan, dan berpindah lokasi ke Bundaran Digulis Untan pada sore harinya. Mereka membawa berbagai hewan eksotis seperti iguana, kura-kura jinak, sugar glider, burung hantu, hingga bearded dragon yang menarik perhatian warga.

Zulfani, pendiri IEP, menjelaskan bahwa komunitas ini lahir dari kerinduan akan edukasi dan interaksi langsung dengan hewan pascapandemi. “Setelah pandemi, kegiatan komunitas sempat terhenti. Kami ingin kembali memperkenalkan hewan-hewan ini, bahwa mereka bukan untuk ditakuti, tapi bisa dipahami dan dirawat,” ujarnya.

Komunitas ini menolak anggapan bahwa satwa eksotik hanya untuk hiburan atau koleksi pribadi. Menurut Zulfani, IEP ingin membangun kesadaran bahwa hewan-hewan ini memiliki hak untuk dihargai dan dipahami, bukan dijauhi apalagi dimusuhi. “Banyak orang mengira hewan-hewan ini berbahaya. Padahal, kalau dipelajari dan dipahami, mereka bisa menjadi sahabat juga,” tambahnya.

Tak hanya tampil di ruang publik, IEP juga aktif lewat program edukasi bertajuk IEP Goes to School. Mereka mendatangi sekolah-sekolah dari jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah dasar untuk memberikan pengalaman belajar langsung melalui interaksi nyata.  “Dengan kehadiran kami, mereka bisa melihat langsung, bahkan menyentuh hewan-hewan yang biasanya hanya mereka lihat dari layar,” jelas Zulfani.

Kegiatan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi media edukasi yang efektif untuk menumbuhkan rasa empati dan keberanian, terutama pada anak-anak. Melalui sentuhan langsung dan pendekatan yang ramah, IEP berhasil membangun jembatan antara rasa takut dan pemahaman, antara mitos dan fakta ilmiah.

Bagi komunitas ini, setiap interaksi adalah peluang untuk menanamkan nilai bahwa keberagaman makhluk hidup adalah bagian dari kekayaan semesta, dan semua layak mendapat tempat—tak hanya di alam liar, tapi juga di hati manusia. []

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X