Beban Berat Apoteker di Puskesmas: 150 Resep Sehari

BANJAR – Pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang kefarmasian di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Banjar, masih menghadapi kendala besar.

Ketua Pengurus Cabang (PC) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Banjar, apt. Muhammad Ikhwan Rizki, M.Farm, mengungkapkan bahwa kekurangan tenaga apoteker di Puskesmas masih menjadi masalah utama.

Menurut Ikhwan, di Puskesmas Martapura 1 dan Martapura 2, hanya terdapat satu apoteker untuk masing-masing fasilitas kesehatan, meskipun idealnya per puskesmas harus ada dua hingga tiga apoteker.

“Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 74 Tahun 2016 mengatur bahwa satu apoteker harus menghandle 50 resep per hari, namun di kedua puskesmas tersebut, jumlah resep per hari bisa mencapai 150 lebih,” ungkap Ikhwan.

Hal ini tentu berpotensi membebani apoteker yang ada dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan.

Ikhwan menjelaskan bahwa total tenaga apoteker di Kabupaten Banjar sebanyak 220 orang. Namun, dari 25 Puskesmas yang ada, hanya enam puskesmas yang memiliki dua apoteker, sementara 19 puskesmas lainnya hanya memiliki satu apoteker.

“Hal ini tentu sangat memprihatinkan mengingat banyaknya resep yang harus ditangani setiap harinya,” ujarnya.

Puskesmas yang memiliki cakupan luas seperti di Martapura memang menghadapi tantangan besar dalam memenuhi rasio apoteker yang sesuai dengan standar.

Selain itu, untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga apoteker, Ikhwan menyarankan pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk apoteker yang bertugas di daerah terpencil, seperti Puskesmas Aranio, Aluhaluh, dan Paramasan.

“Puskesmas di daerah terpencil sangat membutuhkan perhatian khusus, karena medan yang sulit dijangkau membuat sulitnya perekrutan apoteker di daerah tersebut,” jelasnya.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, Gusti M. Kholdani, menambahkan bahwa total ada 29 tenaga apoteker yang tersebar di seluruh Puskesmas di Kabupaten Banjar.

Ia menyebutkan bahwa pengangkatan dan tambahan tenaga apoteker menjadi bagian dari kajian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kabupaten Banjar.

Masalah serupa juga dihadapi oleh Kabupaten Tanah Laut (Tala). Ketua Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PASI) Tala, Latifah Hefni AMd, mengungkapkan bahwa tenaga ahli farmasi di sejumlah Puskesmas di Tala juga masih terbatas. Bahkan, di Puskesmas Panyipatan, tidak ada tenaga ahli farmasi yang memenuhi standar.

“Di Puskesmas Panyipatan, hanya ada TKS (Tenaga Kerja Sukarela) yang berlatar belakang D3 Farmasi, namun mereka tidak hanya bertugas di bagian pelayanan, tetapi juga di bagian lain seperti loket,” jelas Latifah.

Latifah menambahkan bahwa ketidakhadiran tenaga ahli farmasi berpengaruh pada kualitas pelayanan di Puskesmas. Meskipun D3 Farmasi bisa menangani sebagian tugas, tetap saja keberadaan apoteker sangat diperlukan dalam memastikan pengelolaan resep yang tepat.

“Jika tidak ada apoteker sama sekali, pelayanan menjadi sangat terbatas,” ujarnya.

Di Tala, masalah kekurangan tenaga farmasi tidak hanya terjadi di fasilitas kesehatan pemerintah, tetapi juga di apotek dan klinik swasta. Saat ini, Kabupaten Tala memiliki 22 Puskesmas, namun hanya sebagian kecil yang memiliki dua tenaga vokasi farmasi, sementara 12 Puskesmas lainnya hanya memiliki satu tenaga vokasi farmasi.

Tantangan lain yang dihadapi adalah tidak adanya pengangkatan pegawai tidak tetap (PTT), yang membuat kekurangan tenaga farmasi semakin sulit teratasi.

Kekurangan tenaga kefarmasian di daerah-daerah ini menjadi masalah yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat.

Hal ini penting untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatan tetap optimal, mengingat peran apoteker dan tenaga farmasi sangat krusial dalam menjaga keberhasilan pengobatan di fasilitas kesehatan. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com