Belajar Sambil Menepi, Atap Bolong Tak Kunjung Diperbaiki

BANJARMASIN – Upaya menghadirkan ruang belajar yang lebih manusiawi di SDN Basirih 10 mulai terlihat dengan berdirinya sebuah panggung kayu ulin di tengah halaman sekolah. Struktur sederhana itu kini menjadi tumpuan berbagai aktivitas luar ruang siswa, sekaligus menjadi simbol kecil dari panjangnya daftar kebutuhan fasilitas yang belum terpenuhi.

Selama bertahun-tahun, halaman sekolah berubah menjadi genangan setiap kali pasang sungai datang. Tanah becek membuat kegiatan upacara hingga olahraga kerap terhenti. Panggung baru itu hadir sebagai solusi awal, meski belum menutupi seluruh bagian yang tergenang.

“Alhamdulillah sudah ada dibangunkan panggung oleh dinas, katanya nanti akan ditambahi lagi seluruhnya. Karena itukan masih sebagian saja,” ujar Kepala SDN Basirih 10, Hj. Irnawati, S.Pd., M.Pd, Jumat pagi (14/11/2025).

Meski hanya sebagian, perubahan atmosfer sekolah terasa nyata. Siswa mulai bebas beraktivitas di jam istirahat, memanfaatkan ruang yang lebih layak untuk bermain tanpa harus menghindari lumpur.

Namun, di balik geliat itu, tersisa persoalan yang jauh lebih mendesak: kerusakan ruang kelas dan minimnya infrastruktur sekolah.

Sejumlah kelas mengalami kerusakan fisik cukup berat. Pada salah satu ruang kelas, plafon berlubang besar tepat di atas meja belajar siswa atapnya berlubang, coba Pian masuk,” ujar Abdul Malik, S.Pd, Wali Kelas IV.

Lubang menganga itu telah lama menjadi momok saat musim hujan. Air yang merembes masuk membuat proses belajar terganggu dan memaksa siswa mencari tempat berteduh.

“Biasanya kalau hujan kami mundur ke belakang biar tidak kena hujan. Tapi tetap belajaran,” kenang Najwa, siswi kelas V, yang pernah menempati kelas IV.

Di ruang lain, pojok plafon mulai menghitam akibat rembesan air yang tak kunjung ditangani sebelahnya lagi itu kan mulai juga terkena rembas air hujan,” tambah Hj. Irnawati.

Tak berhenti di situ, bangunan toilet baru di sudut sekolah pun masih terbengkalai. Posisi bangunan dekat ruang guru itu belum bisa dimanfaatkan karena pekerjaan konstruksi belum selesai.

“Saat pembangunan panggung halaman, rasa kasihan melihat tukang jauh-jauh berjalan. Tapi iya begitulah, masalah utamanya memang jalan utama. Kalau jalan itu bagus, semua bisa jadi lebih mudah dikerjakan,” ungkap Hj. Irnawati.

Akses jalan menuju sekolah memang masih menjadi kendala terbesar. Infrastruktur yang rusak membuat berbagai upaya perbaikan fasilitas sekolah berjalan lambat.

Meski begitu, Irnawati tetap mencoba melihat sisi baik. Dulu guru dan siswa bahkan harus naik kelotok untuk tiba di sekolah.

“Saya alhamdulillah bersyukur, dulu lebih parah kita harus naik kelotok, sekarang sudah bisa dengan berjalan kaki. Tapi mudah-mudahan segera ada perbaikan untuk jalan utama,” ujarnya.

Panggung baru mungkin memberi napas segar, namun gambaran besar SDN Basirih 10 masih menunjukkan betapa banyak pekerjaan rumah yang menunggu perhatian pemerintah dari ruang kelas yang rusak, toilet mangkrak, hingga jalan utama yang terus menghambat pembangunan. []

Fajar Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com