Berenang Berujung Maut

BANJAR – Tragedi tenggelamnya seorang pemuda di Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, kembali menjadi cermin kelalaian sistemik terhadap keselamatan warga di kawasan perairan. Abizar (20), warga Banjarmasin, ditemukan meninggal dunia pada Senin (06/10/2025) malam, setelah sempat dilaporkan hilang di sungai yang kerap dijadikan tempat warga beraktivitas tanpa pengawasan memadai.

Kepala Seksi Sarpras Informasi dan Pengolahan Data (SIPD) DPKP Banjar, Rudi Muzakir, membenarkan bahwa pihaknya bergerak ke Desa Paku Alam, Kecamatan Sungai Tabuk, lokasi dugaan korban tenggelam. “Korban langsung dievakuasi dan diserahkan kepada pihak keluarga untuk dibawa ke rumah duka,” jelasnya. Namun di balik pernyataan itu, muncul pertanyaan mendasar: mengapa kawasan sungai yang sering digunakan warga untuk berenang, memancing, atau mencuci, tidak memiliki sistem peringatan dini atau papan larangan yang tegas?

Pencarian dilakukan oleh tim gabungan dari DPKP Banjar, BASARNAS, relawan Water Rescue Banjarmasin, dan warga sekitar. Setibanya di lokasi sekitar pukul 20.30 WITA, petugas menyisir area sungai dengan peralatan penyelamatan air. Dua jam kemudian, sekitar pukul 21.58 WITA, korban ditemukan sekitar 15 meter dari titik terakhir terlihat. Namun, sebagaimana banyak kasus serupa di daerah ini, operasi penyelamatan baru digerakkan setelah laporan warga masuk, bukan karena adanya sistem pengawasan aktif.

Rudi menjelaskan, korban sebelumnya berenang sekitar pukul 17.00 WITA. Seorang pekerja bangunan yang berada di dekat lokasi melihat korban tidak muncul ke permukaan. Di tepi sungai hanya ditemukan pakaian dan sepeda motor korban. Situasi ini menandakan lemahnya edukasi keselamatan air bagi masyarakat, terutama di wilayah yang sungainya berarus deras dan kerap berubah debitnya secara tiba-tiba.

“Setelah korban ditemukan, operasi pencarian kami nyatakan selesai pada pukul 22.30 WITA dan seluruh anggota kembali ke pos,” ujar Rudi Muzakkir. Pernyataan tersebut seakan menutup peristiwa tragis itu tanpa refleksi mendalam tentang bagaimana mencegahnya terulang.

Padahal, setiap tahun, sejumlah warga Kalimantan Selatan kehilangan nyawa di sungaibukan karena bencana alam, melainkan karena minimnya kesadaran dan pengawasan terhadap aktivitas air. Pemerintah daerah semestinya tak hanya hadir setelah korban ditemukan, tetapi juga sebelum tragedi terjadi, melalui edukasi, pemasangan rambu peringatan, dan patroli rutin di titik-titik rawan.

Tragedi Abizar bukan sekadar kisah duka keluarga, melainkan alarm bagi pemerintah daerah dan masyarakat bahwa keselamatan publik di area perairan masih jauh dari kata aman. Jika sistem pencegahan tidak segera dibenahi, Sungai Tabuk bisa saja kembali menelan korban berikutnya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com