Prestasi MURI BI, Dampak Pendidikan Masih Abu-Abu

BALIKPAPAN — Upaya Bank Indonesia (BI) memperkuat literasi keuangan sekaligus menanamkan kecintaan terhadap mata uang nasional kembali terlihat melalui kegiatan Edukasi Cinta, Bangga, dan Paham (CBP) Rupiah. Kantor Perwakilan BI Balikpapan bahkan mencatat sejarah baru dengan meraih Rekor Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) atas partisipasi sekolah terbanyak secara hybrid. Namun, di balik gemerlap prestasi tersebut, muncul pertanyaan tentang efektivitas program dalam membentuk pemahaman jangka panjang peserta didik.

Kegiatan yang digelar bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan dalam rangka Festival Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Tahun 2025, berlangsung di Gedung Kesenian Kota Balikpapan, Senin (06/10/2025). Lebih dari 500 sekolah, 3.000 guru, dan 50.000 siswa se-Kota Balikpapan terlibat. Meski angka partisipasi impresif, kritikus menilai jumlah peserta bukan jaminan pemahaman mendalam terhadap literasi keuangan atau nasionalisme mata uang.

Piagam penghargaan MURI diserahkan kepada Kepala Perwakilan BI Balikpapan, Robi Ariadi. Pihak MURI mengapresiasi kontribusi BI yang berhasil memperluas edukasi literasi keuangan dan nasionalisme melalui dunia pendidikan. “CBP Rupiah bukan hanya soal uang, tapi soal makna di baliknya. Dengan mengenali, memperlakukan, dan menggunakan Rupiah secara bijak, kita ikut menjaga simbol kedaulatan bangsa,” ujar Robi.

Meskipun demikian, beberapa pihak mempertanyakan apakah pesan-pesan CBP Rupiah bisa terserap optimal di sekolah, terutama karena pendekatan yang bersifat seremonial dan masif. Kegiatan ini juga menjadi tindak lanjut penyusunan lima buku bahan ajar CBP Rupiah untuk jenjang TK/PAUD hingga SMP, yang ditulis oleh para guru di Balikpapan. Kritikus menilai materi ajar tersebut masih harus diuji dampaknya terhadap perilaku finansial nyata siswa.

Dalam sesi edukasi, narasumber menyampaikan tiga pilar utama CBP Rupiah: Cinta Rupiah (prinsip 3D dan 5J), Bangga Rupiah (menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi), dan Paham Rupiah (menumbuhkan kesadaran peran Rupiah dalam perekonomian melalui perilaku berbelanja bijak dan hemat). Namun, penerapan prinsip-prinsip ini dalam keseharian siswa dan guru masih menjadi tantangan tersendiri.

Rekor MURI ini menegaskan peran BI dan dunia pendidikan dalam memperkuat nilai kebangsaan melalui literasi keuangan, meski kritik tetap muncul terkait apakah kegiatan ini lebih bersifat simbolik dibandingkan memberi pemahaman mendalam yang berkelanjutan. Dengan semangat kolaborasi, Bank Indonesia Balikpapan berkomitmen memperluas Gerakan Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah agar generasi muda tak sekadar menggunakan Rupiah, tapi juga mencintai dan memahaminya sebagai lambang kedaulatan bangsa, meskipun realisasi dampak nyata gerakan ini masih patut dipertanyakan.

Selain literasi keuangan, BI Balikpapan juga memantau stabilitas harga di daerah. Warga Balikpapan dapat sedikit bernapas lega karena harga bahan pokok di kota ini masih terjaga stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Balikpapan mengalami deflasi 0,06 persen (mtm) pada September 2025, sementara Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) di seberang Teluk Balikpapan justru mencatat inflasi tipis 0,07 persen (mtm).

Kepala Perwakilan BI Balikpapan, Robi Ariadi, mengatakan capaian ini menunjukkan stabilitas harga di Balikpapan masih cukup baik. “Realisasi inflasi kita masih lebih rendah dari batas bawah sasaran inflasi nasional 2,5 persen ± 1 persen. Artinya, harga-harga di Balikpapan masih aman dan terkendali,” ujar Robi kepada wartawan, Senin (06/10/2025).

Dari data BPS, inflasi tahun kalender (Januari–September) di Balikpapan tercatat 1,34 persen, sedangkan secara tahunan (year-on-year) hanya 1,15 persen. Angka ini jauh di bawah inflasi nasional 2,65 persen dan rata-rata empat kota di Kalimantan Timur yang mencapai 1,77 persen.

Deflasi Balikpapan kali ini disumbang kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) sebesar 0,16 persen. Lima komoditas penyumbang deflasi terbesar adalah bahan bakar rumah tangga, bawang merah, tomat, cabai rawit, dan kangkung. Menurut Robi, harga-harga turun karena pasokan dari daerah sentra seperti Sulawesi dan Jawa cukup lancar. “Biaya distribusi turun, panen melimpah. Jadi otomatis harga hortikultura ikut turun,” jelasnya.

Di sisi lain, kelompok Transportasi masih memberi andil inflasi terbesar, yakni 0,14 persen (mtm). Komoditas yang memicu kenaikan antara lain angkutan udara, daging ayam ras, emas perhiasan, air kemasan, dan biskuit.

Berbeda dengan Balikpapan, PPU mengalami inflasi 0,07 persen. Secara tahunan, inflasi di sana mencapai 2,83 persen (yoy), sedikit di atas rata-rata nasional. Penyebabnya, kenaikan harga bahan pangan, terutama daging ayam ras, ikan tongkol, ikan layang, ikan bandeng, dan beras. “Kenaikan ini karena tingginya permintaan selama Maulid Nabi dan terbatasnya pasokan akibat gelombang laut tinggi,” terang Robi. Meski begitu, sejumlah komoditas seperti bawang merah, cabai rawit, semangka, terong, dan kangkung justru turun karena hasil panen lokal meningkat.

Dari hasil survei BI, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Balikpapan masih berada di level optimis, yakni 118,3. “Memang turun dari bulan lalu yang 129,8, tapi masyarakat masih cukup percaya diri terhadap kondisi ekonomi. Daya beli masih kuat,” kata Robi.

Untuk menjaga stabilitas harga, BI bersama Pemkot dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berkoordinasi melalui berbagai langkah konkret, seperti pemantauan harga dan sidak pasar, gelar pangan murah dan operasi pasar, kerja sama antar daerah (KAD), high level meeting TPID, dan gerakan tanam hortikultura di pekarangan. “Lewat Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), kita ingin memastikan inflasi daerah tetap dalam target nasional,” tutup Robi. []

Penulis: Desy Alfy Fauzia | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com