BMKG Sebut Indonesia Alami Kemarau Basah hingga Agustus

JAKARTA – Kondisi cuaca di sejumlah wilayah Indonesia masih menunjukkan intensitas hujan yang cukup tinggi, meskipun secara kalender, negara ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kondisi tersebut sebagai fenomena kemarau basah.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa kemarau basah adalah situasi ketika hujan tetap sering turun meskipun seharusnya langit cenderung cerah dan udara kering sebagaimana karakteristik musim kemarau pada umumnya. Menurutnya, kelembapan udara yang tetap tinggi menjadi salah satu penyebab utama hujan masih terjadi di musim ini.

“Kemarau basah adalah fenomena tidak biasa yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil,” ujar Guswanto sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

BMKG mengidentifikasi sejumlah faktor atmosfer yang berperan dalam menciptakan kondisi cuaca ini. Di antaranya adalah keberadaan sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia, pengaruh dari fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency. Gabungan dari faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan awan hujan masih berlangsung, sehingga hujan tetap turun di tengah musim kemarau.

Fenomena kemarau basah tidak terjadi secara merata di seluruh wilayah Tanah Air. BMKG menyebutkan bahwa daerah yang paling terpengaruh adalah kawasan dengan pola hujan monsunal, seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. “Terutama wilayah yang pola hujannya monsunal, yaitu di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” kata Guswanto. Biasanya daerah-daerah ini memiliki dua musim yang jelas setiap tahun: musim hujan dan musim kemarau. Namun, pola tersebut terganggu karena turunnya hujan yang seharusnya telah berkurang.

BMKG memprediksi kondisi kemarau basah akan bertahan hingga Agustus 2025. Setelah itu, Indonesia diperkirakan memasuki masa pancaroba mulai September hingga November, sebelum musim hujan kembali datang pada Desember 2025 sampai Februari 2026.

Fenomena ini membawa implikasi bagi berbagai sektor, salah satunya pertanian. Aktivitas petani yang selama ini mengandalkan ketepatan musim untuk menentukan masa tanam dan panen berpotensi terganggu. Selain itu, potensi bencana seperti banjir juga tetap mengintai, terutama di daerah yang tidak memiliki sistem drainase memadai untuk mengantisipasi curah hujan tinggi pada musim yang seharusnya kering. Oleh karena itu, kewaspadaan dan mitigasi terhadap dampak cuaca perlu terus ditingkatkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com