BERAU – Seorang anak di bawah umur menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru ngajinya sendiri berinisial NS (61). Kejadian ini mencoreng dunia pendidikan, di mana seorang yang seharusnya menjadi panutan justru berubah menjadi predator.
Kapolres Berau, AKBP Khairul Basyar, melalui Kasat Reskrim Polres Berau, AKP Jodi Rahman, mengonfirmasi bahwa NS telah diamankan dan sedang menjalani proses penyidikan. “Tersangka adalah guru ngaji korban dan sudah kami tahan. Pelaporan dilakukan orang tua korban pada Selasa (03/06/2025) ke Mapolres Berau,” ujar Jodi (05/06/2025).
Kasus ini terungkap setelah ibu korban menerima kabar bahwa anaknya diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh NS. Setelah menanyakan langsung kepada anaknya, korban membenarkan dan menceritakan kejadian yang dialami di kediaman pelaku. “Dari pengakuan korban, ibunya langsung melapor pada 3 Juni lalu,” jelas Jodi.
Menurut keterangan polisi, kronologi kejadian bermula ketika korban dipanggil masuk oleh NS saat melintas di depan rumah pelaku. Di teras sebuah ruko, NS membuka celana korban hingga selutut, begitu pula dengan celananya sendiri. “Tersangka kemudian masuk ke bawah meja di teras ruko sambil memanggil korban untuk ikut,” papar Jodi.
Di bawah meja, NS dan korban duduk berhadapan. Pelaku kemudian melakukan tindakan pencabulan dengan menyentuh alat kelamin dan paha korban. Tidak lama kemudian, seorang pengurus masjid datang untuk membayar gaji NS. Mendengar panggilan, pelaku bergegas keluar, tetapi sebelumnya meminta korban tetap diam di bawah meja.
Namun, pengurus masjid melihat NS keluar dari bawah meja sambil menaikkan celananya. “Tersangka mengaku habis memberi makan anak ayam. Tak lama, korban juga muncul dalam keadaan serupa,” terang Jodi.
Peristiwa itu menjadi awal terungkapnya kasus ini. Namun, polisi belum dapat memastikan berapa kali tindakan pencabulan terjadi atau apakah ada korban lain. “Sementara kami belum bisa memberikan informasi lebih rinci karena penyelidikan masih berlangsung,” kata Jodi.
NS terancam hukuman berat berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak. “Ancaman maksimal 15 tahun penjara,” tegas Jodi.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan terhadap lingkungan belajar anak, terutama dari orang-orang terdekat yang seharusnya melindungi, bukan justru menjadi ancaman. []
Redaksi11