BRASILIA – Di tengah tantangan berat sistem pemasyarakatan, Brasil menempuh jalur berbeda yang mengedepankan literasi sebagai jalan menuju rehabilitasi. Sejak tahun 2012, negara tersebut menerapkan program inovatif bernama Remission through Reading atau Pemotongan Hukuman Lewat Membaca, yang memungkinkan narapidana memangkas masa tahanan dengan membaca buku dan menulis esai reflektif.
Program ini digagas oleh Kementerian Kehakiman Brasil sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mendorong transformasi pribadi para narapidana. Tujuannya bukan sekadar untuk memperbaiki perilaku, tetapi juga membangun kembali moral dan harapan hidup mereka.
Konsep dasarnya sederhana namun berdampak besar. Untuk setiap buku yang dibaca dan diulas secara mendalam, seorang narapidana dapat memperoleh pengurangan masa tahanan selama empat hari. Dalam setahun, seorang peserta dapat menulis maksimal 12 ulasan, yang berarti potongan hingga 48 hari masa tahanan, sebagaimana dilansir dari Popline, Kamis (17/04/2025).
Buku-buku yang dibaca harus berasal dari daftar bacaan yang telah disetujui otoritas penjara. Setelah membaca, narapidana diminta menulis esai yang menampilkan pemahaman isi, refleksi pribadi, serta kemampuan berpikir kritis. Hasil tulisan kemudian dinilai oleh tim khusus yang terdiri atas pengawas akademik dan pendidik.
“Setiap halaman buku membawa saya keluar dari tembok ini, walau hanya sejenak,” ujar Edson Reinehr, salah satu narapidana yang mengikuti program tersebut. Ia menambahkan bahwa membaca membuat pikirannya lebih jernih dan membantunya fokus pada hal-hal konstruktif.
Program ini dirancang untuk lebih dari sekadar memberi “hadiah” berupa potongan hukuman. Pihak berwenang menyatakan bahwa inisiatif ini bertujuan mendorong minat baca, menumbuhkan kreativitas, membangun pola pikir positif, serta menurunkan angka residivisme—kecenderungan mantan narapidana untuk kembali melakukan kejahatan.
Para pendidik yang terlibat menilai bahwa literasi dapat menjadi alat perubahan sosial yang nyata. Dengan menyediakan akses terhadap pengetahuan dan budaya, mereka membantu narapidana membayangkan masa depan yang lebih cerah.
Esai dinilai berdasarkan sejumlah kriteria objektif, seperti orisinalitas ide, kemampuan analisis, dan keterkaitan gagasan dengan isi buku. Selain pengurangan hukuman, para peserta juga diajarkan kemampuan menulis dan menyusun argumen, keterampilan penting untuk proses reintegrasi ke masyarakat pasca-pembebasan.
Keberhasilan program ini telah menarik perhatian dunia internasional. Sejumlah negara dengan sistem pemasyarakatan yang menghadapi tantangan serupa mulai mengadopsi pendekatan serupa. UNESCO pun menyoroti program ini sebagai contoh nyata bagaimana pendidikan dapat menjadi kekuatan transformatif di dalam penjara.
Dengan mengedepankan keadilan restoratif dan pendekatan humanis, Brasil menegaskan bahwa rehabilitasi sejati bukan hanya soal menjalani hukuman, melainkan tentang membuka ruang untuk belajar dan tumbuh. []
Redaksi03