BANJARMASIN – Libur sekolah seharusnya menjadi waktu yang menggembirakan bagi anak-anak. Namun di Kota Banjarmasin, ketiadaan ruang bermain yang memadai justru mengubah kegembiraan menjadi potensi bahaya. Jembatan Patih Masih, yang terletak di kawasan Kuin Utara, kini menjelma menjadi arena utama permainan layang-layang bagi anak-anak dan remaja. Sayangnya, lokasi ini bukanlah tempat yang aman.
Sejak beberapa hari terakhir, jembatan itu dipenuhi anak-anak yang menerbangkan layangan tanpa pengawasan. Angin kencang dan ruang terbuka membuat lokasi tersebut ideal secara teknis, namun sangat membahayakan secara keselamatan. Warga dari kawasan Teluk Tiram dan Kelayan bahkan turut berdatangan untuk bermain. Akibatnya, benang-benang layangan kerap melintang di jalan, membahayakan pengendara—terlebih jika menggunakan gelasan (benang tajam).
Warga setempat, Asruddin (64), mengaku telah berulang kali menegur anak-anak itu, tetapi tidak digubris. “Namanya juga anak-anak, susah ditegur,” ujarnya, Rabu (9/7/2025).
Situasi makin memanas ketika pada Selasa (8/7/2025) terjadi perkelahian antarpemuda di lokasi yang sama, diduga akibat saling berebut layangan. Pemerintah Kota pun harus menurunkan puluhan petugas gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan (Dishub), serta aparat TNI dan Kepolisian. “Sudah sepekan kami berjaga. Setiap hari ada 40 personel gabungan dari Dishub dan Satpol PP yang dibagi dalam empat regu,” ujar Kepala Dishub Banjarmasin, Slamet Begjo.
Kepala Satpol PP Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin, menambahkan bahwa bantuan dari kepolisian dan TNI diperlukan setelah situasi sempat memanas. “Kemarin memang sempat ada perkelahian, terjadi setelah petugas selesai berjaga,” katanya.
Namun, pembubaran kegiatan belum dapat dilakukan secara tegas lantaran belum ada peraturan yang secara eksplisit melarang permainan layangan di ruang publik. “Ini memang bukan kegiatan negatif, tapi memang berbahaya. Kami hanya bisa mengimbau, khususnya orang tua, agar mengawasi anak-anaknya,” lanjut Muzaiyin. “Silakan bermain, asal di tempat yang aman.”
Merespons kondisi ini, Camat Banjarmasin Utara, Norrahmawati, mengusulkan agar Pemko menyediakan ruang alternatif melalui penyelenggaraan lomba layang-layang. “Selama ini kita sering hanya melarang, tapi lupa memberi ruang. Padahal warga butuh wadah yang aman dan tertib,” katanya.
Ia menilai kawasan Jembatan Patih Masih bisa dimanfaatkan secara terarah, misalnya dengan menutup lalu lintas sementara dan mengubahnya menjadi arena lomba. “Daripada main sembarangan dan membahayakan, lebih baik kita fasilitasi,” ujarnya. Namun rencana ini masih menunggu pembahasan lebih lanjut dengan dinas terkait.
Pakar tata kota, Nanda Febryan Pratama Jaya, menyayangkan belum optimalnya ruang terbuka publik di Banjarmasin. Ia melihat fenomena ini sebagai sinyal bahwa anak-anak masih memiliki ketertarikan pada permainan tradisional yang seharusnya didukung. “Anak-anak sekarang lebih banyak main gadget. Jadi kalau ada yang masih tertarik main layangan, ini harus didukung. Tapi tentu, dengan tempat yang layak dan aman,” katanya.
Menurut Nanda, Pemerintah Kota perlu mengembangkan taman kota atau alun-alun multifungsi. Ia mencontohkan Taman Kamboja dan area sekitar Stadion 17 Mei sebagai ruang terbuka hijau yang bisa difungsikan secara maksimal. “Kalau alun-alun atau taman difungsikan dengan baik, bukan tidak mungkin akan muncul komunitas-komunitas bermain yang aktif di sana,” jelasnya.
Nanda juga mendorong penyelenggaraan lomba layang-layang sebagai ajang edukasi dan pengawasan. “Ruang ini penting agar energi positif warga tersalurkan dengan benar,” pungkasnya.
Fenomena ini menegaskan kebutuhan mendesak akan kebijakan yang tidak hanya membatasi, tetapi juga memberi solusi—yakni ruang bermain yang aman, layak, dan membina kreativitas anak.[]
Admin05