TOKYO – Ketegangan diplomatik antara Jepang dan China kembali memanas dan langsung mengguncang sektor pariwisata serta ritel Jepang. Pada Senin (17/11/2025), saham-saham perusahaan besar di Tokyo merosot tajam setelah pemerintah China mengeluarkan peringatan resmi agar warganya menghindari perjalanan ke Jepang. Langkah Beijing ini dinilai sebagai reaksi cepat terhadap komentar Perdana Menteri Sanae Takaichi terkait potensi keterlibatan militer Jepang dalam konflik Taiwan.
Sebagaimana diketahui, China adalah pasar wisatawan terbesar bagi Jepang. Dalam periode Januari–September 2025, tercatat 7,5 juta wisatawan China masuk ke Jepang. Belanja wisata mereka pun fantastis: 590 miliar yen pada kuartal ketiga 2025, atau sekitar 28 persen dari total pengeluaran turis asing. Dengan yen yang lemah, Jepang bahkan menjadi destinasi keempat terpopuler bagi wisatawan China tahun lalu.
Namun pada 17 November 2025, situasi berubah drastis. Peringatan perjalanan yang dikeluarkan Beijing memicu aksi jual besar-besaran pada saham sektor pariwisata dan ritel. Shiseido anjlok 11,4 persen, Takashimaya turun 6 persen, Pan Pacific merosot 8,4 persen, dan Fast Retailing induk Uniqlo jatuh hampir 6 persen.
Ketegangan ini bermula dari pernyataan PM Takaichi dalam rapat parlemen pada 7 November 2025. Ia menegaskan, “Jika keadaan darurat Taiwan memerlukan kapal perang dan penggunaan kekuatan, maka itu dapat menjadi situasi yang mengancam kelangsungan hidup (Jepang), bagaimanapun Anda melihatnya.” Komentar tersebut dilontarkan tidak lama setelah pertemuan bilateralnya dengan Presiden China Xi Jinping—yang merupakan pertemuan pertama sejak ia menjabat.
Pernyataan Takaichi sontak memicu reaksi keras Beijing. Seorang diplomat China di Tokyo bahkan mengeluarkan ancaman bernada kasar terhadap Takaichi, yang membuat kedua negara saling memanggil duta besar pada pekan kedua November 2025. Selain itu, China juga mengimbau lebih dari 100.000 pelajarnya di Jepang agar meningkatkan kewaspadaan keamanan.
Pada 16–17 November 2025, situasi semakin tegang setelah laporan muncul bahwa kapal penjaga pantai China memasuki perairan Jepang di Kepulauan Senkaku (atau Diaoyu). Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Minoru Kihara menyesalkan tindakan Beijing dan menyebutnya tidak sejalan dengan kesepakatan strategis yang sebelumnya dibangun kedua pemimpin.
Di tengah memuncaknya tensi, pada Senin (17/11/2025) pejabat senior Kementerian Luar Negeri Jepang, Masaaki Kanai, diberangkatkan ke China untuk bertemu pejabat Liu Jinsong dalam upaya meredakan eskalasi.
Konflik diplomatik ini juga menambah tekanan pada ekonomi Jepang yang pada kuartal ketiga 2025 sudah mengalami kontraksi 0,4 persen. Ekonom Capital Economics, Marcel Thieliant, mengingatkan bahwa ketegangan berkepanjangan dapat berkembang menjadi “pertikaian perdagangan besar-besaran” seperti pada awal 2010-an, termasuk kemungkinan pembatasan ekspor tanah jarang dari China ataupun pembatasan ekspor Jepang.
“Produsen mobil terlihat sangat rentan karena mereka sudah berada di bawah tekanan besar dari kebangkitan produsen kendaraan listrik Tiongkok,” ujarnya.
Dengan tensi yang terus meningkat, Jepang kini berada dalam situasi yang sulit terjepit antara diplomasi, geopolitik, dan ancaman krisis ekonomi yang bisa merembet lebih luas. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan