SUMATERA SELATAN — Sebuah peristiwa tragis kembali menampar nurani publik: seorang pria bernama Zulkarnain (44) tewas ditembak usai ketahuan mencuri petai di kebun milik Soni Harso (35). Peristiwa yang terjadi di Dusun V Desa Kerta Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), pada Jumat (17/10/2025) pukul 18.00 WIB ini menyisakan pertanyaan tajam sejak kapan nyawa manusia lebih murah daripada seikat petai?
“Pelaku diamankan kurang dari 24 jam. Pelaku berhasil diamankan tanpa perlawanan di wilayah yang sama,” kata Kanit Reskrim Polsek Sungai Keruh Ipda Rolly Setiawan, Senin (20/10/2025).
Menurut Rolly, insiden maut itu bermula dari cekcok antara pelaku dan korban setelah korban ketahuan memetik petai di kebun milik Soni. Amarah membuat Soni hilang kendali. Ia menembak korban menggunakan senapan angin, tepat di bagian perut.
“Sebelum terjadinya penembakan, pelaku memergoki korban sedang mengambil petai di kebun pelaku. Karena tidak terima, pelaku menembak korban satu kali menggunakan senapan angin hingga peluru mengenai bagian perut pinggang sebelah kanan korban,” ujarnya.
Zulkarnain sempat dibawa warga untuk mendapatkan pertolongan medis, namun nyawanya tak tertolong. Polisi menyita satu pucuk senapan angin warna coklat, satu karung berisi 10 tangkai petai, serta pakaian milik pelaku.
Kasus ini menyoroti krisis empati dan lemahnya kontrol sosial di pedesaan. Di tengah tekanan ekonomi, kasus pencurian kecil sering berujung pada kekerasan ekstrem. Padahal, semestinya tindakan hukum dilakukan secara proporsional, bukan dengan peluru yang merenggut nyawa.
Ironisnya, penegakan hukum baru berjalan setelah nyawa melayang. Di sisi lain, mudahnya akses masyarakat terhadap senjata jenis apa pun bahkan hanya “senapan angin” memperlihatkan minimnya pengawasan aparat terhadap kepemilikan senjata di daerah.
Tragedi ini bukan sekadar soal petai. Ia adalah potret buram tentang kemiskinan, kemarahan, dan absennya nalar kemanusiaan. Saat ketimpangan ekonomi kian lebar, rasa curiga di antara warga justru tumbuh lebih cepat dari rasa solidaritas.
Apakah mencuri petai memang pantas dibayar dengan nyawa? Ataukah ini hanya satu dari sekian banyak kisah getir di mana hukum dan kemanusiaan kembali kalah oleh emosi? []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan