TANJUNG SELOR — Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) mendadak jadi sorotan nasional bukan karena capaian, tetapi akibat “salah sebut” data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam laporan resmi, Kaltara disebut menyimpan dana mengendap hingga Rp4,7 triliun di bank. Namun, belakangan terungkap, angka fantastis itu bukan milik Kaltara, melainkan milik tetangganya, Kalimantan Timur (Kaltim).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara pun tak tinggal diam. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kaltara, Denny Harianto, menegaskan, laporan tersebut keliru dan berpotensi menyesatkan publik. “Data yang disampaikan Menkeu Purbaya itu tidak benar. Kami sudah melayangkan surat klarifikasi dari Gubernur Kaltara langsung ke pemerintah pusat,” tegas Denny dalam keterangan tertulis, Selasa (21/10/2025).
Klarifikasi itu bukan tanpa dasar. BKAD Kaltara bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar rapat virtual dan menyimpulkan bahwa dana Rp4,7 triliun yang diklaim sebagai milik Kaltara ternyata data milik Kaltim yang tertukar dalam laporan keuangan nasional.
“Contohnya itu SiLPA kita diakui di 2024 itu Rp130 miliar. Tapi yang betul-betul riil hasil audit BPK itu cuma Rp17 miliar saja, itu saja yang pertama,” kata Denny menjelaskan ketimpangan data.
Secara logis, pernyataan Kemenkeu memang sulit diterima. Pada 2025, Pemprov Kaltara hanya menerima Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp1,7 triliun. Maka mustahil daerah dengan APBD sekecil itu bisa menyimpan dana mengendap lebih dari dua kali lipat total anggarannya.
“Kan logikanya tidak masuk. Makanya kita sudah menyampaikan surat protes dan klarifikasi terkait hal itu. Karena itu harus bisa dibuktikan berdasarkan data,” ujarnya.
Denny menambahkan, total deposito daerah Kaltara hanya sekitar Rp300 miliar, ditempatkan di empat bank untuk optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Saya sudah konfirmasi via WhatsApp, via telepon, mereka juga bingung datanya dari mana. TKD sudah jelas Rp1,7 triliun, kenapa uangnya Rp4,7 triliun. Apalagi ini kan sudah masuk triwulan IV,” ungkapnya.
Pernyataan Denny menyoroti lemahnya validasi data keuangan oleh Kemenkeu. Dalam era digital dan keterbukaan informasi, kesalahan data lintas provinsi seperti ini menimbulkan pertanyaan serius tentang akurasi basis data nasional.
Denny bahkan sempat menyinggung ironi dari kekeliruan itu. “Kalau memang benar Rp4,7 triliun itu milik Kaltara, tentu itu kabar baik bagi Pemprov Kaltara yang saat ini membutuhkan alokasi anggaran besar untuk percepatan pembangunan daerah,” ujarnya dengan nada sindiran.
Ia menegaskan, data resmi Pemprov Kaltara tetap mengacu pada regulasi yang berlaku, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 29 Tahun 2025 tentang TKD. “Yang Rp1,7 triliun itu ada PMK-nya. Surat klarifikasi sudah kami kirim hari ini ke Kemendagri, Kemenkeu, termasuk Kanwil DJPb Kaltara,” pungkasnya.
Kesalahan laporan keuangan publik sebesar ini jelas mencoreng kredibilitas pusat. Dalam konteks tata kelola pemerintahan, publik patut mempertanyakan sejauh mana koordinasi dan validasi data dilakukan sebelum diumumkan ke publik. Sebab, satu kesalahan angka, bisa menimbulkan keraguan terhadap akuntabilitas fiskal negara. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan