PONTIANAK – Kantor hukum Kita Melek Hukum Law Firm secara resmi melayangkan somasi terhadap Rumah Sakit Antonius Pontianak atas dugaan kelalaian dalam penanganan medis yang menyebabkan meninggalnya seorang pasien perempuan berusia 22 tahun. Somasi tersebut disampaikan oleh dua kuasa hukum, Syamsul Jahidin S.I.Kom., S.H., M.I.Kom., M.H.Mil. dan Andrean Winoto Wijaya S.H., M.H., dalam konferensi pers yang berlangsung di Jojo Juice, Pontianak.
Dalam penjelasannya, Syamsul menguraikan kronologi awal kasus ini. Pasien yang didiagnosis menderita usus buntu pertama kali masuk RS Antonius pada 26 November 2024. Operasi dilakukan pada 5 Desember oleh dr. DA dan pasien dipulangkan lima hari setelahnya. Namun, tak lama kemudian, pasien kembali mengeluhkan kondisi kesehatannya dan kembali menjalani perawatan pada 16 Desember 2024.
Kondisi pasien yang semula diharapkan membaik justru memburuk hingga harus menjalani operasi lanjutan akibat infeksi di bekas luka operasi sebelumnya. Kendati sudah ditangani kembali, keadaan pasien tak kunjung stabil. Pihak rumah sakit menyarankan rujukan ke Jakarta, tetapi keluarga memutuskan berobat ke Kucing, Malaysia, karena kepercayaan terhadap RS Antonius telah menurun.
Setelah perawatan di Malaysia dan sempat kembali dirawat di RS Mitra Medika, pasien akhirnya kembali dibawa ke RS Antonius dan meninggal dunia di sana. Kuasa hukum menggambarkan kondisi korban sebelum meninggal dengan kalimat tegas.
“Sampai ada kotoran, sampai berplastik-plastik loh ini… ususnya terbuka loh ini, perut loh ini… Ini kan sangat berimplikasi,” ujar Syamsul dalam konferensi tersebut.
Hingga saat ini, pihak rumah sakit belum menyampaikan permintaan maaf atau penjelasan resmi kepada keluarga korban. Padahal, menurut kuasa hukum, pihak keluarga hanya mengharapkan pengakuan tanggung jawab secara manusiawi.
“Klien kami bukan meminta sesuatu… Hanya memaharapkan permintaan maaf dari rumah sakit Antonius. Tapi hingga detik ini, tidak ada permintaan maaf ataupun kata maaf,” tegasnya.
Selain penderitaan emosional, keluarga juga mengalami kerugian finansial hingga mendekati Rp900 juta. Namun, bukan hanya soal materi yang menjadi sorotan. Tekanan dari lingkungan sekitar juga menambah beban keluarga, yang sempat diminta agar tidak melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum karena khawatir dengan kekuatan institusi rumah sakit.
“Banyak masyarakat yang takut untuk bercerita… Bilangnya jangan dilaporkan. Karena ini rumah sakit, punya duit, orang kuat, orang besar,” ungkap Syamsul.
Somasi yang dilayangkan memberi batas waktu 2×24 jam kepada pihak RS Antonius untuk memberikan tanggapan. Jika tidak ada jawaban yang memadai, langkah hukum pidana akan ditempuh dengan dasar Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait kelalaian yang menyebabkan kematian.
“Kami tidak menggunakan istilah malpraktik. Tapi ini dugaan kuat pelanggaran 359, karena kelalaian yang menyebabkan kematian,” ujar Andrean.
Menutup pernyataannya, kuasa hukum berharap RS Antonius membuka ruang dialog demi kejelasan dan keadilan bagi keluarga.
“Berkomunikasi, selayaknya manusia… Apalagi ini masalah nyawa. Silakan lewat kami, kuasa hukum, atau langsung ke keluarga, kami siap fasilitasi,” tandasnya.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan