Dinas Bicara, Aksi Tak Terasa!

PONTIANAK – Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disdikporapar) Kabupaten Mempawah, El Zuratnam, soal pentingnya pengawasan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) seolah menjadi isyarat bahwa sistem pengawasan di lapangan belum berjalan maksimal. Di tengah gencarnya pemerintah pusat menyoroti kualitas distribusi makanan bergizi, peringatan dari pejabat daerah ini mengindikasikan bahwa ada celah besar dalam rantai pelaksanaan program.

Pada Senin, (06/10/2025), El Zuratnam menegaskan agar sekolah tidak sekadar menjadi penerima dan penyalur makanan, tetapi juga harus aktif melakukan pemeriksaan terhadap kualitas makanan sebelum dibagikan kepada siswa.

“Saya juga berpesan kepada sekolah lewat wali kelas dan guru piket sebelum disampaikan ke siswa-siswa untuk dapat kiranya dicek. Bagaimana aromanya, dicek sebagai sampel sebelum kita sampaikan kepada siswa-siswa,” ujarnya.

Pernyataan itu muncul di tengah meningkatnya laporan masyarakat di berbagai daerah terkait kualitas menu MBG yang disalurkan vendor. Kasus dugaan keracunan makanan di sejumlah sekolah sebelumnya menunjukkan bahwa pengawasan di lapangan masih jauh dari ideal.

El Zuratnam mengingatkan agar setiap makanan yang dinilai tidak layak harus segera dilaporkan kepada Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) agar vendor yang bersangkutan bertanggung jawab. Namun, sorotan muncul: jika mekanisme kontrol berjalan sebagaimana mestinya, mengapa peringatan seperti ini masih perlu disampaikan secara keras?

“Andaikan ada salah satu ataupun beberapa yang tidak layak konsumsi, maka sampaikan kepada SPPG selaku penanggung jawab di vendor tersebut untuk sampaikan kepada vendor,” katanya. “Dan untuk jangan sampai terulang kedua kali hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pemerintah oleh presiden kita yaitu Bapak Prabowo dengan Asta Citanya menjadikan bangsa Indonesia yang sehat jasmani dan rohani,” tegasnya lagi.

Seruan itu menimbulkan pertanyaan publik: di mana letak tanggung jawab utama dalam rantai pengawasan program MBG di sekolah, di vendor, atau justru di dinas yang bertanggung jawab mengawasi seluruh prosesnya?

Kritik terhadap lemahnya pengawasan vendor bukan hal baru. Beberapa pengamat pendidikan menilai bahwa sistem pelaporan berjenjang justru memperlambat respons ketika ditemukan makanan tidak layak. Alih-alih mencegah, birokrasi panjang membuat vendor bisa lolos tanpa evaluasi cepat.

Meski demikian, El Zuratnam menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat pengawasan terhadap para penyedia makanan. “Itu juga harapan saya kepada seluruh SPPG-SPPG agar dapat memonitor vendor-vendor yang telah dipercayai untuk menangani makan bergizi gratis di satuan-satuan pendidikan yang ada di Kabupaten Mempawah ini,” tandasnya.

Program MBG sejatinya dimaksudkan sebagai langkah strategis pemerintah pusat untuk meningkatkan gizi anak bangsa. Namun tanpa sistem pengawasan yang disiplin dan transparan, program ini bisa kehilangan makna dan justru menjadi ancaman kesehatan bagi peserta didik.

“Dengan pengawasan ketat dari pihak sekolah hingga vendor, diharapkan tujuan program ini dapat tercapai dan memberikan manfaat nyata bagi peserta didik di Kabupaten Mempawah,” tutup El Zuratnam.

Kini, publik menanti: apakah peringatan tersebut akan diikuti langkah nyata memperbaiki pengawasan, atau sekadar menjadi imbauan rutin yang lenyap bersama aroma nasi kotak yang tak sempat diperiksa? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com