KUTAI BARAT – Persoalan perizinan tempat hiburan malam di Kabupaten Kutai Barat kembali mencuat. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kubar puluhan bar dan kafe yang pernah terdaftar sejak tahun dua ribu sembilan belas ternyata belum memperbarui dokumen usaha maupun izin penjualan minuman beralkohol.
Hingga September dua ribu dua puluh lima hanya beberapa usaha yang tercatat memperpanjang izin. Sementara sebagian besar lainnya sudah kedaluwarsa sejak tahun dua ribu dua puluh tiga. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran sekaligus pertanyaan publik apakah usaha usaha tersebut masih beroperasi diam diam di luar aturan.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kutai Barat Adolfus E Pontus tidak menampik adanya kecenderungan pengusaha yang abai terhadap kewajiban administratif. Padahal aturan jelas mewajibkan setiap pelaku usaha untuk memperbarui izin setiap tahun. “Kalau terkait tempat hiburan malam dalam kategori bar dan kafe dari tahun dua ribu sembilan belas itu ada puluhan. Tapi dari jumlah itu yang aktif masa berlakunya hanya beberapa” ujarnya Sabtu enam September dua ribu dua puluh lima.
Adolfus menyebut sejumlah usaha yang dinilai tertib antara lain CV Karunia Pelangi CV Rechan dan PT Aroma Sendawar Raya yang masing masing bergerak di bidang bar karaoke. Namun ia tidak merinci nama usaha lain yang izinnya sudah habis masa berlaku. “Umumnya dari total tersebut sebagian besar berakhir di tahun dua ribu dua puluh tiga dan mereka sampai saat ini belum mengajukan pengurusan perpanjangan izinnya” lanjutnya.
Kendati ada dugaan sebagian tempat hiburan malam tetap membuka layanan Adolfus berhati hati memberikan kepastian. Menurutnya data administrasi hanya mencatat masa berlaku izin sementara aktivitas lapangan harus diverifikasi melalui inspeksi. “Beroperasi saya tidak bisa pastikan apakah mereka beroperasi atau tidak. Paling tidak kita turun ke lokasi untuk melihat. Tapi kalau berdasarkan data yang pernah kami terbitkan sebagian besar sudah berakhir izin usahanya” tegasnya.
Ia menambahkan pengawasan langsung menjadi kunci memastikan apakah tempat tempat hiburan malam itu masih melayani pelanggan serta menjual minuman beralkohol meski tanpa izin resmi.
Adolfus juga menjelaskan bahwa sejak beberapa tahun terakhir seluruh proses perizinan usaha telah berbasis sistem Online Single Submission OSS. Melalui sistem ini setiap kategori usaha dibedakan menurut tingkat risiko.
“Semua proses perizinan melalui sistem OSS. Sistem perizinan sekarang itu berbasis risiko. Jadi begini untuk izin karaoke itu pada saat orang mengajukan permohonan ke sistem OSS karena masuk kategori risiko rendah izinnya akan terbit otomatis. Mereka hanya perlu melengkapi persyaratan lain” jelasnya.
Sementara itu kategori bar memiliki risiko lebih tinggi. Pelaku usaha diwajibkan mengantongi sertifikat standar yang diterbitkan Dinas Pariwisata Provinsi sebelum mengunggahnya ke sistem OSS. “Kalau untuk bar setelah mendaftar ke INB mereka wajib memenuhi satu persyaratan yaitu sertifikat standar yang diterbitkan Dinas Pariwisata Provinsi. Setelah itu diunggah ke OSS baru izinnya terbit” tambahnya.
Lebih jauh Adolfus menguraikan izin usaha bar dan kafe tidak otomatis mencakup izin menjual minuman beralkohol. Pemilik usaha harus memenuhi beberapa syarat tambahan yaitu: memiliki suplai minuman dari distributor atau subdistributor resmi, mengantongi tanda daftar gudang, mengurus sertifikat standar minuman beralkohol dari Dinas Pariwisata Provinsi “Ketika persyaratan ini dipenuhi dan diunggah ke OSS barulah saya yang menyetujui perizinan minol” terangnya.
Adolfus menekankan bahwa kepatuhan dalam mengurus izin bukan sekadar formalitas melainkan memberikan kepastian hukum bagi pemilik usaha sekaligus rasa aman bagi masyarakat. Di sisi lain pemerintah daerah dapat menjalankan fungsi pengawasan secara lebih efektif.
“Harapan kami pelaku usaha lebih disiplin. Jangan sampai ada yang beroperasi tanpa izin karena itu merugikan diri sendiri dan juga mengganggu ketertiban. Dengan adanya izin semuanya jelas transparan dan bisa dipertanggungjawabkan” tandasnya.
Situasi ini memperlihatkan adanya pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah untuk menertibkan sektor hiburan malam di Kutai Barat. Selain aspek legalitas kepatuhan izin usaha juga erat kaitannya dengan pengendalian sosial keamanan serta potensi penerimaan daerah. Tanpa disiplin administrasi kegiatan usaha yang seharusnya menopang perekonomian justru berisiko menimbulkan persoalan hukum maupun sosial. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan