PALANGKA RAYA – Dinas Kehutanan (Dishut) Kalimantan Tengah menegaskan telah menindaklanjuti berbagai tuntutan yang diajukan Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPEHU) dalam audiensi pada 27 Oktober 2025 lalu.
Kepala Dishut Kalteng, Agustan Saining, menyatakan pihaknya terbuka terhadap kritik mahasiswa dan sebagian besar masukan telah dijalankan. “Kaitannya dengan mediasi ini, kita merespons positif. Apa yang dikendaki oleh adik-adik mahasiswa, sebagian besar sudah kita laksanakan di Dinas Kehutanan,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Agustan menyoroti dua isu utama yang menjadi perhatian AMPEHU, yakni transparansi data kehutanan dan pengendalian kebakaran hutan. Ia menegaskan, pengawasan kebakaran dilakukan sepanjang tahun dan akses informasi terkait kehutanan terbuka bagi publik. “Untuk kebakaran, dari awal tahun sampai akhir tahun kita selalu siaga. Untuk transparansi, kita bisa akses informasi apa pun,” jelasnya.
Masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi SISKAHUT (Sistem Informasi Kehutanan) yang tersedia di Playstore. Melalui aplikasi ini, publik bisa mengecek data PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan), pelepasan kawasan hutan, penggunaan kawasan, hingga status APL, hutan lindung, dan hutan konservasi.
Meski begitu, Agustan mengakui tidak semua tuntutan mahasiswa dapat ditangani langsung oleh Dishut. “Misalnya, kita tidak bisa langsung berwenang menindak kendaraan di jalan raya. Kalau dianggap salah, kita tidak bisa langsung bertindak. Kita harus bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan kepolisian,” jelasnya.
Terkait rencana turun langsung ke lapangan, Dishut masih menunggu kepastian lokasi dan waktu dari AMPEHU. “Kita menunggu dari kawan-kawan itu, kapan maunya dan di mana tempatnya. Mereka mengatakan ada lokasi di daerah Barito,” imbuhnya.
Jajaran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dishut sudah melakukan patroli di sejumlah wilayah yang dianggap rawan oleh mahasiswa. Dari hasil penelusuran, beberapa temuan penting ditemukan, termasuk penguasaan lahan turun-temurun yang masih masuk kawasan hutan. Agustan menyarankan penyelesaian melalui TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) atau PPTKH (Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan). “Memang di beberapa tempat ada wilayah yang dikuasai masyarakat tetapi masih dalam kawasan hutan. Solusinya melalui TORA atau PPTKH,” katanya.
Agustan juga menyinggung aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang disebut AMPEHU. Menurutnya, tidak semua kasus masuk ranah Dishut karena sebagian berada di tanah masyarakat atau di pinggir sungai. Penanganannya harus melibatkan Dinas Lingkungan Hidup, kepolisian, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan. “Kita harus bekerja sama dengan pihak terkait,” pungkasnya.
Kasus ini menunjukkan Dishut Kalteng berupaya menyeimbangkan antara pengawasan kawasan hutan, pemenuhan tuntutan publik, dan koordinasi antarinstansi dalam menangani persoalan hutan dan PETI di provinsi ini. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan