BANJARBARU – Sampah bukan hanya soal kebersihan lingkungan, tetapi juga memiliki nilai ekonomi bila dikelola dengan benar. Itulah pesan utama dari kegiatan “Pilah Sampah Dapat Sembako” yang kembali digelar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Agenda ini menjadi rangkaian peringatan Hari Jadi (Harjad) ke-75 Provinsi Kalsel sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia.
Plt Kepala DLH Provinsi Kalsel, Fathimatuzzahra, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan bermaksud menjadikan sampah sebagai “berkah”, melainkan mengajak masyarakat memahami bahwa sampah yang dipilah dan diolah dapat memberikan manfaat nyata. “Sampah organik seperti sisa makanan atau sayuran bisa dijadikan kompos dengan ember tumpuk. Sedangkan sampah anorganik, mulai dari botol plastik, kardus, seng bekas hingga minyak jelantah dapat ditukar melalui Bank Sampah,” ujarnya di Kantor DLH Kalsel, kawasan perkantoran Pemprov Kalsel, Selasa (19/8/2025).
Dalam program ini, masyarakat yang menukarkan sampah mendapat sembako atau barang dengan nilai lebih tinggi dibanding penukaran biasa. “Kalau biasanya hasil tabungan di bank sampah senilai Rp5 ribu, di acara ini bisa mendapat bonus berupa mie instan, minyak goreng, beras, hingga voucher pakaian bekas. Jadi masyarakat tidak rugi, justru untung dua kali lipat,” jelas pejabat yang akrab disapa Ibu Aya itu.
Untuk semakin menyemarakkan kegiatan, DLH Kalsel menyiapkan doorprize berupa tumbler, stiker bertema lingkungan, hingga hadiah menarik lainnya. Sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) juga ikut berpartisipasi dengan menyumbangkan pakaian layak pakai.
Program Pilah Sampah Dapat Sembako terbukti membantu mengurangi volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Data DLH Kalsel menunjukkan, setelah penutupan TPA Banjarmasin, jumlah sampah yang masuk semula mencapai 400 ton per bulan, kini berkurang menjadi sekitar 200 ton per bulan.
DLH Kalsel juga tengah mendorong pemanfaatan teknologi pengolahan sampah, salah satunya penggunaan alat pemilah (gibrik) di Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik bernilai ditukar ke bank sampah.
Adapun sampah residu yang tidak memiliki nilai ekonomi akan diolah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel) sebagai bahan bakar alternatif pengganti batubara. Proses ini dilakukan melalui kerja sama dengan PT ITP maupun PT KOR di Tabalong. “Residu seperti kemasan yang tidak bisa dijual akan dicacah, dipres, dan diolah sesuai standar perusahaan mitra. Jadi tidak sekadar ditimbun di tanah, tapi bisa menjadi sumber energi,” tambahnya.
Fathimatuzzahra menegaskan, program pengelolaan sampah sejalan dengan prioritas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang mendorong pemanfaatan waste to energy. Kalsel menjadi salah satu provinsi yang diproyeksikan menuju pemanfaatan RDF dengan kapasitas minimal 1.000 ton per hari. “Kami berharap masyarakat semakin sadar memilah sampah, sehingga lingkungan lebih bersih, volume sampah berkurang signifikan, dan pada saat yang sama sampah juga bisa mendatangkan nilai ekonomi,” pungkasnya. []
Redaksi10
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan