KUTAI TIMUR — Upaya penanganan keluarga berisiko stunting di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih menghadapi sejumlah kendala di lapangan. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kutim menyebut persoalan sumber daya manusia (SDM) dan keterbatasan jaringan internet menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan program di daerah terpencil.
Kepala Dinas PPKB Kutim, Achmad Junaidi, menjelaskan bahwa pihaknya fokus pada penanganan keluarga yang berisiko stunting sebelum memasuki tahap penanganan langsung terhadap kasus stunting itu sendiri. “Kalau di kami itu lebih mengarah kepada risiko, sebelum masuk ke arah stunting. Jadi, kalau kita katakan apakah ada kendala masalah stunting, mungkin bisa konfirmasi nanti ke Dinas Kesehatan. Tapi kalau kita menangani yang berisiko, tentu kendalanya banyak,” ujar Junaidi kepada Beritaborneo.com, Jumat (31/10/2025) lalu.
Ia menerangkan, pelaksanaan program di lapangan dijalankan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berjumlah 528 tim, tersebar di 139 desa, 2 kelurahan, dan 18 kecamatan. Namun, sebagian anggota TPK merangkap tugas lain sebagai kader di bidang berbeda, sehingga kinerjanya belum maksimal. “Terkadang satu TPK itu menangani juga menjadi kader yang lain, sehingga banyak yang memang belum maksimal,” katanya.
Meski begitu, PPKB Kutim telah berhasil melakukan pendataan terhadap lebih dari 11.000 keluarga berisiko stunting di seluruh wilayah kabupaten. Data tersebut mencakup kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang membutuhkan bantuan, seperti rumah tidak layak huni, kekurangan akses air bersih, hingga layanan keluarga berencana. “Sudah kelihatan di sana, yang membutuhkan jamban, rumah layak huni, air bersih, layanan KB, dan edukasi keluarga itu kita sudah punya. Pemetaan itu sudah ada,” jelasnya.
Data hasil pemetaan tersebut, lanjut Junaidi, akan diteruskan ke organisasi perangkat daerah (OPD) terkait sesuai kewenangan. Misalnya, kebutuhan rumah layak huni akan diserahkan ke Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim), sementara urusan air bersih akan dikoordinasikan dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Ia juga mengapresiasi dukungan PDAM Kutim yang siap membantu keluarga berisiko. “Direktur PDAM mengatakan, keluarga berisiko stunting sepanjang masuk di dalam data hanya perlu titik koordinat, dan akan dipasangkan air bersih gratis,” ungkapnya.
Menurut Junaidi, selain persoalan SDM, keterbatasan jaringan internet di wilayah terpencil turut mempersulit proses pendataan. Beberapa kader masih kesulitan menginput data melalui aplikasi yang digunakan untuk pelaporan. “Banyak kendalanya ke lapangan, SDM-nya belum mumpuni, belum paham menginput data, belum lagi jaringan tidak normal di daerah-daerah yang terjauh,” tuturnya.
Ia berharap ke depan koordinasi lintas sektor dapat diperkuat agar hasil pendataan yang telah dilakukan TPK bisa diikuti dengan intervensi nyata dari setiap instansi terkait. Dengan demikian, penanganan keluarga berisiko stunting dapat berjalan lebih efektif dan menyentuh kebutuhan dasar masyarakat secara langsung.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan